Alfandy Pov
Sidang hak asuh dimenangkan olehku. Mau tidak mau keluarga Erin harus memberikan anak ini padaku. Di mata semua orang aku ini suami sah Erin dan mereka juga berpikir aku ayah kandung anak ini.
Almeera dan anak-anakku tampak bahagia menerima kabar ini. Terutama Almeera dia tak henti-henti bersyukur dan menciumi anak ini.
"Alhamdulillah mas terima kasih kamu udah memperjuangkan anak kamu" Ucapnya.
"Ingat dia bukan darah dagingku Al. Aku memperjuangkan dia untuk kamu dan karena kamu" Ucapku kemudian meninggalkan Almeera yang masih duduk sambil menggendong bayi ini.
Beberapa Bulan Kemudian
Aku kembali ke rutinitas biasa ku, bekerja dan mengontrol toko buah. Sekarang cabang toko buahku sudah ada di beberapa kota. Toko buahku juga memasok untuk beberapa cafe dan toko kue.
Kalau kalian bertanya bagaimana kabar Almeera. Dia sehat dan makin hari bagiku dia bertambah cantik. Bukan lagi perasaan kagum biasa padanya. Tapi aku sudah mulai mencintainya dan tak ingin berjauhan darinya.
Aku sadar kalau aku selama ini bodoh lebih memilih Erin. Padahal Almeera jauh lebih baik dari Erin. Aku tidak mau mengatakan kematian Erin menjadi keuntungan untukku. Tapi secara tidak langsung dengan kematian Erin aku bisa kembali dekat dengan Almeera.
"Pak Alfandy dipanggil komandan" Salah satu temanku.
"Di mana?" Tanyaku.
"Di ruangannya pak, mari saya juga mau memanggilkan yang lain" Aku langsung menuju tempat yang dikatakan tadi.
Tidak biasanya komandan kami memanggil kalau tidak ada hal penting. Biasanya hanya mengumpulkan di lapangan saja tidak ke ruangannya.
"Permisi ndan" Aku masuk dan sudah ada beberapa temanku.
Komandan kami memberikan arahan dan sebuah informasi yang membuatku cukup terkejut. Kami diminta untuk dinas luar kota lagi dikarenakan ada sebuah kerusuhan yang harus ditangani.
Anggota yang dipilih adalah anggota terlatih khusus dan memang sudah berpangkat lumayan di atas. Aku mau menolak tapi tidak mungkin dan tidak bisa. Aku ditunjuk sebagai pemimpin ditugas kali ini.
Tugas ini memang tidak terlalu lama, hanya sekitar 2 bulanan lebih tapi jujur aku berat ingin pergi. Aku tidak mau berpisah lama dengan Almeera.
Rumah Alfandy
Pukul 3 sore aku sudah di rumah, suasana rumah tenang dan damai. Biasanya akan ramai saat jam 4 sore. Anak-anak pada bersiap mengaji dan bayi itu menangis minta makan.
Umur bayi itu sudah 4 bulan, sebenarnya juga dia sudah memiliki nama. Almeera yang memberinya nama.
"Assalamualaikum" Ucapku dari pintu samping.
Aku selalu masuk dari pintu samping karena tiap pulang langsung ku masukan mobil ke garasi. Pikirku kan tidak akan kemana-mana lagi.
"Waalaikumussalam, eh papa udah pulang ini" Almeera menggendong si bayi dan bayi itu tertawa melihatku.
Aku masih belum bisa menyayangi bayi ini. Aku sudah tidak benci tapi juga belum menyayangi.
"Anak-anak kemana Al?" Tanyaku ke Almeera.
Aku tidak mau Almeera mengesampingkan anak-anak kami dan mengutamakan anak ini.
"Lagi mandi mas mau siap-siap pergi ngaji. Kamu mandi juga gih ganti baju terus makan. Aku udah masak dan kalau mau makan minta tolong mbok hangatin" Ucapnya.
Aku dan Almeera sudah seperti suami istri saja. Setiap hari Almeera ke rumah dan mengurusi ku dan juga anak-anak di sini.
"Al ada yang mau aku bicarakan" Almeera berhenti.
![](https://img.wattpad.com/cover/313742638-288-k921969.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
Ficción GeneralMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.