Part 106

1.9K 112 19
                                        

Almeera Pov

Aku jadi over thinking dan mulai mikirin hal yang buruk. Sedari Mas Alfandy pergi tadi aku merasa dia berbohong kalau mau urusan kerja.

"Papa kerja lagi ya ma?" Arhan mengagetkan ku.

"Iya papa pergi ke rumah sakit bentar, abang udah mau pergi ngaji?" Tanyaku karena melihat dia sudah memakai baju kokoh.

"Iya abang sama Abang Arfan udah mau pergi. Boleh gak pakai sepeda aja perginya?" Izinnya padaku.

Sebelumnya Arfan dan Arhan memang selalu diantar pergi mengaji. Kalau bulan aku ya Bi Minah yang mengantar. Mereka tidak mau diantar naik kendaraan karena juga MDA tempat mereka me gaji juga dekat.

"Boleh tapi hati-hati ya" Aku memberikan izin karena gak papa sesekali mereka berangkat pakai sepeda.

"Bawa yang boncengan apa sendiri-sendiri?" Tanyaku sebelum Arhan pergi.

"Sendiri-sendiri ma" Jawabnya.

Kemudian dia kembali ke kamarnya mungkin memanggil kakaknya. Aku melanjutkan menonton tv, daripada gak ada kerjaan kan ya mending aku nonton saja.

Asik menonton hpku bunyi, tertera nama Ria di sana.

"Assalamualaikum kenapa Ri?" Tanyaku.

"Waalaikumussalam kamu di mana Ra?" Tanya nya.

"Aku di rumah ini, kenapa Ri?" Tanyaku lagi.

"Aku ke rumah ya, aku mau curhat" Ucapnya.

"Iya ke rumah aja, nanti langsung aja ke ruang keluarga di bawah" Ucapku.

"Oke makasih ya, assalamualaikum" Dia menutup telepon.

"Iya sama-sama waalaikumussalam" Aku beberes ruangan ini dan pindah ke ruang keluarga lantai bawah.

"Bi tolong buatin jus alpukat 2 ya, tapi nanti masukin dulu ke kulkas soalnya Ria masih otw" Ucapku ke Bi Minah yang sedang berada di dapur.

Bi Minah sangat suka di dapur dan memasak. Dia hampir selalu membuat makanan ringan untuk kami. Aku juga membebaskan Bi Minah mau pakai dapur dan bahan-bahan di rumah, toh juga makannya bersama dan enak-enak juga.

"Oke nya, eh mau saya gorengin molen cokelat sekalian nya?" Tawarnya.

"Bibi bikin molen cokelat?" Tanyaku.

"Iya tadi bibi bikin yang kecil-kecil, ada di kulkas masih banyak hehe" Dia nyengir.

"Boleh Bi, goreng sekarang aja ya aku mau. Sekalian anterin ke ruang keluarga bawah" Pintaku.

"Siap nya" Jawabnya.

Begini nih yang aku suka, tiap hari ada aja camilan, ganti-ganti dan enak-enak juga. Bibi sepertinya memang hobby banget masak-masak dan bikin-bikin camilan.

Aku menghidupkan tv di ruangan ini dan melanjutkan menonton. Kebetulan tadi lagi nonton movie horor yang baru tayang.

"Permisi nya, ini molennya sama air putih" Bibi menaruh di atas meja.

"Eh bi tunggu" Aku memanggilnya lagi.

"Bibi mau aku kasih modal buat jualan camilan gak? Lumayan buat bibi nambah-nambah pemasukan, nanti titip aja di warung-warung deket sini atau di cafe aku. Gimana?" Tawarku.

Aku hanya ingin membantu bibi menumbuhkan jiwa enterpreneur nya. Bibi memiliki bakat memasak dan membuat camilan, lumayan kalau dia mau kan. Lagian di rumah juga aku ada bayar art satu lagi untuk bantu bibi beberes. Pekerjaan rumahku juga gak berat, hanya menyapu, mengepel dan mencuci baju itupun pakai mesin cuci. Untuk urusan masak lauk aku lakukan sendiri dan kadang-kadang saja dibantu bibi.

"Saya gak berani nya takut pekerjaan di rumah ini terbengkalai. Nanti saya fokus jualan eh pekerjaan rumah jadi lalai" Jawabnya.

"Hm gini aja aku nyari art aja satu lagi yang buat bantu bibi, kan art yang satu lagi dari siang sampe sore nah aku cari lagi yang bisa pagi ampe siang. Jadi paginya bibi hanya fokus buat jualan bibi dan tugas bibi malem aja, seperti beres-beres meja makan dan mencuci piring maka malam. Gimana mau ya" Pujukku.

Aku mau bibi ada usaha sendiri dan nantinya dia bisa bangkit dengan usahanya. Aku tidak mau bibi dan Mang Kardi selamanya hanya bekerja menjadi art di rumah kami. Bukan aku tak suka mereka tapi aku ingin mereka berkembang dan maju juga. Lagian anak-anak mereka tambah hari tambah besar dan pengeluaran untuk sekolah pasti lebih tinggi. Walaupun gaji yang diberikan Mas Alfandy kepada mereka kata mereka lebih dari cukup tapi aku masih mau melihat mereka berhasil dengan usahanya.

"Saya gak berani nya nanti kalau gagal saya gak bisa balikin modal" Masih saja bibi menolak.

"Hm gini aja, saya kasih modalnya ke bibi dan misal berhasil boleh diganti uangnya tapi kalau gak berhasil gak usah diganti. Ayolah bi, makanan bibi enak-enak gini loh rugi gak dijualin" Rayu-rayuku padanya.

"Bibi bicara sama mamang dulu ya nya, sebelumnya terima kasih loh udah muji masakan bibi" Dia senyum dan pamit kembali ke dapur.

Aku melanjutkan menonton sambil mengemil molen yang lumayan banyak digorengin bibi.

"Assalamualaikum! Ra!" Tiba-tiba Ria sudah tiba dan langsung menubruk ku.

"Eh kenapa kamu?" Aku kaget dan berusaha melindungi perutku.

Ria memang belum tau kalau aku hamil, makanya dia langsung memeluk erat.

"Aku sama Rio pisah" Ucapnya.

"Hah! Apa?" Aku menarik badannya dan menatapnya.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Rio selingkuh Ra kan kamu tau itu. Aku mergokin mereka check in hotel. Aku suruh dia milih aku atau pelakor itu dan dia memilih pelakor itu" Ria duduk di sampingku.

"Astaghfirullah kok Rio tega gitu ya" Aku ikut prihatin.

"Ntahlah mungkin pelakor itu lebih menarik menurut dia" Ucap Ria.

Dia walaupun sedang sedih atau bagaimanapun kalau melihat makanan ya mulutnya tetap mengunyah.

"Permisi, maaf nyonya ini jusnya" Bibi masuk membawa 2 gelas jus alpukat.

"Makasih bi" Ucapku.

"Bi ini masih ada gak? Mau lagi dong" Tanya Ria ke bibi.

"Masih banyak nyonya, bentar saya gorengin lagi" Bibi antusias karena makanannya disukai Ria.

"Lanjut aku mau curhat" Ucapnya menatapku lagi.

"Lagi sedih juga tetep ngunyah ya Bu" Sindirku.

"Kamu ah! Tau gak siapa pelakornya?" Ucap Ria.

"Siapa?" Tanyaku sambil menghirup jus alpukat yang enak ini.

"Adiknya Erin, memang ya buah jatuh gak jauh dari pohon dan buah-buahnya yang lain" Ucap Ria.

Aku bertanya-tanya adik Erin yang mana, Siska sudah lama menghilang dan Sisi juga 2 bulan ini menghilang.

"Yang mana?" Tanyaku.

"Yang itu loh yang mirip sama Erin, aku gak tau namanya yang pasti aku tau dia adiknya Erin! Kesel banget aku" Ucap Ria masih sambil nyomot molen.

"Ini?" Aku menunjukkan foto Sisi yang memang ada di hpku karena kami pernah berfoto bersama.

"Bukan, tapi mirip-mirip juga sama ini" Jawabnya.

Aku mencari sosial media Erin dan menemukan foto Erin bersama Siska.

"Yang ini?" Tanyaku.

"Nah iya ini! Ih benci banget aku!" Emosi Ria.

"Astaghfirullah udah ya kamu jangan marah-marah tenangin diri, istighfar Ri. Memang jadi pelakor itu gak perlu cantik-cantik banget yang penting gatel" Ucapku tiba-tiba.

Aku juga kaget kenapa bisa bicara begitu, begitupun Ria juga kaget mendengar aku ngomong begitu.

"1 lagi Ra yang penting bisa diajak check-in walaupun belum sah" Kemudian dia baringan dan lanjut ngedumel gak karuan.

Aku diam saja sambil memperhatikannya, biarlah dia melepaskan semua emosinya daripada dipendam makin sakit.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang