Hari-hari berat Mikoto pun berlanjut.
Dia begitu sibuk belajar dan tidak terasa seminggu sudah berlalu sejak penobatannya sebagai ketua, selama ini dia hanya ada di dalam rumah.
Dalam seminggu ini juga dia terus berlatih beladiri hingga dia mengusai beberapa gerakan yang menjadi andalannya yaitu membuang orang dengan kekuatan gila. Dia membanting bawahannya yang belajar bersama dan itu membuat pelatihnya memberikan nilai A+.
Mikoto tertawa senang dengan hasilnya kali ini. Tidak sia-sia dia belajar selama ini hingga babak belur, akhirnya ada hasilnya.
Eirin yang menjadi pendamping ketua pun sesekali datang melihat pelajaran Mikoto jika dia senggang, sementara ini dia akan mengambil alih bisnis mereka sampai Mikoto merasa terbiasa dan bisa melakukan tugasnya dengan benar.
"Mikoto,"
Panggilnya memberikan sebotol minuman.
"Eirin! Kau sudah datang? kebetulan sekali aku haus."
Balas Mikoto segera menghampirinya, dia begitu keringatan karena bertanding barusan. Dia meneguk minumannya dengan cepat. Eirin bisa melihat airnya mengalir ke bawah leher Mikoto dan menuju ke badannya dengan baju terbuka seperti itu. Eirin menyambar handuk kecil di tangan Mikoto dan mengelap badannya.
"Apa perlu kusiapkan air untuk mandi?"
"Tidak perlu, pelayan akan melakukannya."
"Jangan terlalu mengharapkan pelayan, terkadang.."
Ucapnya terdiam.
"Iya?"
Mikoto bingung dengan Eirin yang tiba-tiba diam.
"Oh yah, bagaimana keadaan paman?"
"Ayah lumpuh setengah badan,"
"Apa?! Jadi?!"
"Kakinya tidak bisa dia gerakkan lagi,hanya tangan dan bisa bicara yang bisa dia rasakan."
"Apa dia bisa sembuh?"
"Dokter tidak yakin, sekretaris Shou akan mengurus ayah."
"Baiklah, lalu bagaimana dengan orang yang menyerangnya?"
"Ayah tidak tahu karena saat itu gelap."
"Jadi begitu, aku akan berusaha mencarinya juga. Aku pernah melihat mereka tapi samar-samar."
Gumamnya sambil mengingat orang-orang itu.
"Tidak perlu, aku akan mengatasinya."
"Iya, aku akan berusaha juga. Kalau begitu aku mandi dulu."
Ucapnya berjalan pergi, Eirin hanya diam menatap punggungnya menjauh. Dia menyapa bawahannya walau itu hal yang tidak perlu dilakukan.
Eirin hanya menghela napas, Apa dia bisa diandalkan? Pikir Eirin mulai meragukannya.
Dengan enaknya Mikoto berendam dalam air hangat kolam kesukaannya.
Dia melihat langit yang sudah mulai sore karena atap langitnya dibuat transparan.
Setelah puas berendam dia pun akan segera keluar tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara bawahannya yang membicarakannya.
"Apa ketua baru ini bisa diandalkan?"
"Entahlah, dia tidak melakukan apapun. Justru Eirin sama yang selama ini bekerja keras. Tapi kenapa ketua memilih orang seperti dia?"
Mikoto hanya diam mendengarkan mereka.
"Ketua baru kita sepertinya tidak berguna, dia tidak bisa melakukan apapun."
"Tapi kudengar dia yang sudah menolong ketua sebelumnya, karena itu dia dipilih."
"Hah hanya berdasarkan itu? Bagaimana kalau grop ini hancur karenanya? Apa kita perlu keluar dulu?"
Candanya dan tertawa. Mikoto terduduk bersandar di dinding. Dia tidak jadi keluar karena takut bertemu dengan mereka yang membicarakannya dan membuat mereka jadi salah tingkah. Dia juga merasa malu kalau keluar setelah mendengar orang menjelekkannya.
Dia tidak pernah berpikir bahwa jika dia gagal maka seluruh orang di sini dalam bahaya.
Itu beban yang harus dia tanggung.
Dia pun hanya duduk melamun, bebannya semakin berat saja setelah mendengar bawahannya meragukannya. Tidak ada yang percaya padanya.
Tidak ada satu pun bawahannya percaya padanya,
Eirin menatap Mikoto yang hanya diam melihat makan malamnya.
Tapi dia tidak bertanya, dia pun pergi karena ada urusan.
Setelah makan Mikoto tidak bisa diam dan kembali berlatih mengayunkan pedang kayunya semalaman untuk menyibukkan diri dengan semua beban pikirannya.
Paginya dia sudah sibuk dengan semua dokumen yang dibawakan sekretaris Shou.
"Ketua, anda tidak terlihat sehat? Apa ada keluhan?"
Tanya Sekretaris Shou melihat Mikoto.
"Ah? Tidak ada, apa hanya ini untuk hari ini?"
"Tidak, masih banyak yang harus anda pelajari."
"Baiklah, berikan semuanya. Aku akan mempelajarinya."
"Anda tidak perlu buru-buru, pelan-pelan saja. Jangan terlalu memaksakannya."
"Aku baik-baik saja, berikan saja semuanya padaku."
Perintahnya serius,
"Baik, tapi jaga kesehatan anda."
"..................."
Mikoto tidak menjawabnya karena otaknya sudah sibuk dengan dokumennya.
Shou pun mengambil dokumen lain lagi untuk Mikoto.
Mikoto benar-benar bekerja keras untuk bisa diakui semua bawahannya.
Dari pagi sampai siang dia belajar pelajarannya, kemudian sorenya berlanjut beladiri dan kendonya. Tidak hentinya dia melakukan semua itu.
Eirin hanya melihatnya saat dia senggang, tapi dia tidak banyak bicara pada Mikoto. Dia sendiri sibuk mengurus semuanya kerjaannya.
Mikoto kembali berlatih tanding dengan beberapa bawahannya yang bisa diandalkan. Mereka akan menjadi bodyguardnya nanti setelah lulus dari pelatihnya.
Satu persatu dia tumbangkan dengan cepat, tapi dia sendiri juga kelelahan.
Saat seseorang akan menyerangnya karena Mikoto terlihat lengah.
"Mikoto awas!"
Pekik Eirin dan membuatnya menyadari serangan tersebut. Dia memegang tangan yang akan meninjunya dengan erat.
"Haa..Haa..Haa..."
Desah Mikoto yang benar-benar lelah. Pada akhirnya dia sendiri yang tumbang.
"Mikoto!"
"Ketua!"
Pekik pelatihnya kaget, Mikoto tidak lagi bangun dan bernapas dengan susah.
"Ketua demam tinggi! Panggil dokter cepat!"
"Kenapa dia tidak bicara kalau sedang sakit?! Dan justru berlatih seharian!"
"Maaf, aku tidak menyadari ketua sedang sakit. Dia memaksakan dirinya untuk melawan mereka."
"Dasar bodoh! Kenapa kau melakukannya?!"
Marah Eirin pada Mikoto. Tapi Mikoto tidak bisa mendengarnya lagi karena kepalanya sudah penuh dengan beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love 2 (Mpreg)
RomanceBuku kedua dari My Love Sindrom seorang pria yang hamil adalah suatu penyakit yang langkah dan penyebabnya belum dapat diketahui. ini adalah cerita fiksi PRIA YANG DAPAT MENGANDUNG DAN MELAHIRKAN ANAK.