Eirin segera meminta dokter mengobati Mikoto setelah sampai rumah, sang dokter sudah menunggunya sebelum mereka sampai.
Bukan luka serius, tapi kalau tidak segera diobati nanti kekurangan darah.
Sementara tangan kanan Mikoto tidak bisa digunakan.
Dia tidak terlihat sedih dan masih tersenyum pada Eirin yang masih menyesal.
"Kau tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa."
Jawabnya meminum obat anti nyerinya. Dia merasa sakit setelah pelurunya dikeluarkan dokter.
"Jangan sedih seperti itu, aku tidak apa-apa."
Jawabnya dan mulai merasa ngantuk.
Tidak lama setelahnya dia benar-benar terlelap.
"Ketua mungkin akan demam, jadi tolong diperhatikan. Minumkan obatnya jika memang demam tinggi."
"Aku mengerti dokter, terima kasih."
Dokter pergi setelah semuanya beres. Mikoto tidak ada keluhan dan tidur nyenyak hingga paginya.
Hanya saja terasa sakit saat dia gerakkan.
"Aww!"
Jeritnya saat mencoba meraih air putih dengan tangan Kirinya. Tapi tangan kanannya juga ikut tergerak.
Eirin terbangun karena suara Mikoto, padahal dia tidak bermaksud membangunkan Eirin. Pasti dia menjaganya semalaman.
"Mikoto?"
"Tidurlah lagi, aku Cuma mau minum."
Ucapnya sudah dapatkan apa yang diinginkan.
Eirin menatapnya dan membuat Mikoto salah tingkah.
"Ada apa?"
"Kenapa kau tidak pernah meminta bantuanku walau aku dekat?!"
Marah Eirin akhirnya.
Mikoto menatapnya bingung, ini bukan hal besar yang harus diributkan bukan?
"Kau terlihat lelah, aku tidak ingin mengganggumu."
Jawabnya jujur.
"Bukan itu yang jadi masalahnya!"
"Lalu apa? Aku tidak mengerti maksudmu Eirin."
Jawabnya bingung, Eirin menatapnya dan Mikoto berbalik menatapnya dengan tanda tanya besar di kepalanya.
"Aku benar-benar benci sifatmu!"
Marahnya dan pergi.
"Eirin! Hey Eirin! Aww!"
Dia mencoba mengejar Eirin tapi karena sakit tangannya dia mengurungkan niatnya dan mengambil obat anti nyerinya.
Segera dia meminumnya dan terasa lebih baik.
"Eirin kenapa? Aku hanya tidak ingin merepotkannya?"
Gumam Mikoto bingung.
Eirin dengan kesal kembali ke kamarnya.
"Ada apa?"
Tanya Sato yang baru tiba.
"Tidak ada apa-apa!"
Jawabnya.
"Bagaimana dengan ketua?"
"Lihat saja sendiri!"
Balasnya mengabaikan Sato.
"Ada apa dengan anak itu?"
Pikirnya dan segera masuk ke dalam kamar Mikoto.
"Ketua, kau baik-baik saja?"
"Oh Sato? Hanya luka kecil."
Jawabnya.
"Kau tidak perlu melindungi bawahanmu seperti itu, bukan tugasmu melindugi mereka. Tapi harus sebaliknya."
"Eirin bukan bawahanku. Dia adalah..."
Ucapnya terdiam, Eirin itu apa baginya kalau bukan bawahan?
Dia bingung sendiri.
"Pokoknya dia orang pentingku! Jadi tidak mungkin aku melihatnya terluka!"
Balasnya.
"Pantas saja dia marah tadi, dia pasti merasakan hal yang sama untuk bisa melindungi bukan dilindungi."
"Aku melakukannya karena kulihat sangat berbahaya."
"Bagaimana kalau kau terluka dan tewas?"
"Aku tidak mungkin melihat Eirin terluka! Lebih baik aku tewas daripada melihat Eirin terluka!"
"Tapi Eirin tidak mau kau sampai tewas karena dirinya."
"Jadi itu alasanya marah denganku?! Aku melakukannya karena tidak ingin kehilangan Eirin. Apa salahku?"
"Ketua tidak salah, hanya saja Eirin memang seperti itu dan memiliki kebanggaannya sendiri."
Balas Sato dan membuat si otak dangkal mengerti.
"Aku harus bagaimana.. dia pasti tidak mau bertemu denganku?"
Gumamnya bingung karena Eirin sudah terlanjur marah padanya.
"Hmm.. aku akan memberi saran."
Ucap Sato sambil tersenyum. Mikoto menyerahkan semuanya pada Sato.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love 2 (Mpreg)
RomanceBuku kedua dari My Love Sindrom seorang pria yang hamil adalah suatu penyakit yang langkah dan penyebabnya belum dapat diketahui. ini adalah cerita fiksi PRIA YANG DAPAT MENGANDUNG DAN MELAHIRKAN ANAK.