Jilid 12

1K 21 0
                                    

Gadis cilik itupun belum lagi mengetahui bahwa ibunya kini telah meninggal dunia juga menyusul ayahnya buat selama-lamanya, sehingga puteri Bin Wan-gwe itu jadi hidup sebatang kara, di masa-masa mendatang sebagai anak yatim piatu. Jika memang dia mengetahui ibunya telah meninggal dunia, niscaya gadis cilik itu akan menangis keras dan jatuh pingsan.

Hok An yang telah kewalahan sebab gadis cilik itu tidak juga mau berhenti menangis, telah membiarkannya saja, karena Hok An pikir jika tokh dia membujuknya akan sia-sia, gadis cilik itu tetap menangis saja.

Ketika melihat Hok An berdiam diri saja, gadis cilik itu jadi sering melirik kepadanya, sampai akhirnya dia berhenti menangis dengan sendirinya. Malah kemudian gadis cilik itu yang berkata lebih dulu: "Kau..... kau harus mengantarkan aku pulang ke rumahku.....!"

Melihat gadis cilik itu telah berhenti menangis, dan mau berbicara, Hok An jadi girang.

"Tentu! Tentu! Jika memang kau hendak pulang ke rumahmu, aku tentu bersedia mengantarkan engkau pulang ke rumahmu..... Akan tetapi, apakah di dalam rumah itu masih ada orang yang memiliki hubungan dekat denganmu," kata Hok An kemudian.

Gadis cilik tersebut menyusut air matanya yang bersisa di pelupuk matanya, kemudian katanya: "Masih ada ibuku..... memang ayahku telah meninggal dunia, akan tetapi ibuku masih berada di sana..... Tentu ibuku berkuatir sekali memikirkan aku yang telah diculik oleh laki-laki jahat itu......!"

Hok An tertegun sejenak di tempatnya, lama dia tidak bisa berkata-kata, karena waktu itu dia menyadari bahwa gadis cilik ini sebenarnya memang belum mengetahui perihal kematian ibunya. Untuk menyampaikan hal itu kepada gadis cilik tersebut, Hok An merasakan bibirnya berat sekali mengucapkannya.

Melihat Hok An berdiam diri, gadis cilik itu sambil membuka matanya lebar-lebar, telah bertanya: "Apakah engkau tidak bersedia menolongku dan mengantarkan pulang ke rumahku?"

Hok An cepat-cepat mengangguk. "Aku bersedia..... aku bersedia. Akan tetapi ibumu.....!"

"Ibuku? Ibuku tentu menantikan dengan kuatir dan tengah menangis..... karena ibuku tentu memikirkan keselamatanku!" Harap kau mau cepat-cepat mengantarkan aku pulang ke rumah agar cepat-cepat dapat bertemu dengan ibuku, sehingga ibuku tidak akan menangis terlalu lama dan berduka terus menerus......!"

Hok An menghela napas dalam-dalam, kemudian katanya: "Dengarlah baik-baik, nak, sebenarnya..... sebenarnya ibumu telah meninggal dunia..... karena jika engkau pulang ke rumahmu, itupun akan sia-sia belaka, engkau tidak akan menemui ibumu itu......!"

Gadis cilik itu memandang Hok An dengan mata terbuka lebar-lebar, seperti juga tidak mempercayai apa yang diucapkan Hok An.

"Kau..... kau bilang ibuku sudah meninggal juga? Ohhh, tentu kau ingin mendustai aku.....!" kata gadis cilik itu kemudian dengan suara tergagap.

"Sungguh...... aku tidak bermaksud mendustaimu..... memang sebenarnya ibumu telah meninggal.....! Bahkan meninggal di dasar jurang itu juga......!" kata Hok An sambil menghela napas dalam-dalam.

"Gadis cilik itu jadi menangis sejadinya, katanya: "Tentu..... tentu dicelakai oleh laki-laki jahat itu.....!"

"Bukan.....!" kata Hok An ingin menjelaskan.

Akan tetapi, gadis cilik itu telah memotongnya: "Tentu saja kau membela lelaki jahat itu, karena dia memang kawanmu yang ingin membunuh ayah dan ibuku! Sekarang kalian telah berhasil membinasakan ayah dan ibuku..... Kau tidak memiliki perasaan dan kejam! Kau telah mencelakai ayah dan ibuku tanpa mengenal kasihan.....!" Sambil berkata seperti itu gadis cilik tersebut menangis terisak-isak sedih sekali.

Hok An jadi bengong, diapun tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya. Sikapnya seperti orang tolol saja, hanya mengawasi bengong pada gadis cilik yang tengah menangis terisak-isak.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now