Jilid 127

646 15 0
                                    

Kie Pa Kay tertawa dingin, empat kali beruntun dia mengelakkan diri. Kemudian dua serangan lawannya ditangkis dengan kekerasan pula.

"Bukkk!" terdengar nyaring sekali. Disusul "Tukkk" yang tidak begitu nyaring. Pukulan ke lima dari Siangkoan Lo Sian yang telah ditangkis, membuat tubuh Siangkoan Lo Sian tergoncang hebat, dan pukulan ke enamnya tiba tidak begitu keras, sehingga waktu Kie Pa Kay menangkis pukulan ke enam itu, suara benturan tangan mereka tidak terlalu nyaring.

Sedangkan muka Siangkoan Lo Sian merah padam karena marah, ia berseru nyaring dan melompat pula dengan sepasang tangan bergerak sangat sebat sekali.

Kie Pa Kay juga tidak mau membuang-buang waktu, dia menangkis dan balas menyerang. Duapuluh jurus dilewatkan dengan sangat cepat.

Mereka memiliki kepandaian yang tampaknya sama tingginya, sehingga di waktu itu belum terlihat siapa di antara mereka yang terdesak di bawah angin atau siapa yang menang di atas angin.

Giok Hoa yang masih mendekam bersembunyi di tempatnya, menyaksikan pertempuran dengan tertarik. Tetapi ketika melihat munculnya tiga orang pengemis itu segera juga timbul perasaan tidak senangnya pada pengemis itu, karena ia teringat bahwa orang yang telah mengambil pauw-hoknya berpakaian sebagai pengemis!

Tapi setelah mendengar percakapan yang berlangsung antara Kie Pa Kay dengan Siangkoan Lo Sian, pandangan Giok Hoa terhadap pengemis-pengemis itu berobah. Dia memperoleh kenyataan para pengemis itu merupakan Ho-han atau orang gagah yang mementingkan keadilan. Dan tidak mungkin pengemis-pengemis seperti itu mau melakukan perbuatan rendah mencuri pauw-hok si gadis.

Tengah Giok Hoa menyaksikan dengan hati ragu-ragu terhadap ke tiga pengemis itu, dia melihat gadis yang tadi hampir saja dibikin terpelanting oleh kibasan tangan Siangkoan Lo Sian, telah menghampiri si pemuda, yang dipeluknya.

"Tang Koko...... kau tidak apa-apa?!" tanyanya dengan penuh perhatian dan kekuatiran.

Si pemuda menggeleng.

"Kui-moay...... kau jangan mencampuri urusan ini. Tidak seharusnya kau menempuh bahaya.....!" kata si pemuda.

Si gadis menggelengkan kepalanya, air matanya menitik turun.

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang, jika menyaksikan engkau terancam bahaya maut?!" kata gadis itu yang menghapus air matanya.

"Sudahlah Kui-moay..... bukankah aku tidak apa-apa?!" kata si pemuda dengan suara yang menghibur dan diiringi senyumnya.

"Lebih baik kau mempergunakan kesempatan buat melarikan diri, karena jika para pengemis itu telah dirubuhkan Siangkoan Lo Sian, niscaya engkau terancam bahaya yang tidak kecil! Ayo, kau cepat menyingkirkan diri.....!" menganjurkan si gadis.

Pemuda itu tidak segera menyahuti. Dia memandang ke arah pertempuran yang tengah berlangsung.

Dia melihat Kie Pa Kay tengah bertempur seru sekali dengan Siangkoan Lo Sian, sehingga tubuh mereka berkelebat-kelebat cepat sekali. Disebabkan terlalu gesit, tnbuh mereka menyerupai bayangan belaka, yang bergerak ke sana ke mari tidak bisa dilihat dengan jelas.

"Aku tidak boleh pergi dari tempat ini......!" Akhirnya pemuda itu berkata perlahan kepada si gadis. "Aku bisa ditolong oleh para pengemis itu. Bagaimana mungkin aku bisa melarikan diri begitu saja, sedangkan dia tengah mempertaruhkan jiwanya bertempur dengan perempuan celaka itu?!"

Si gadis tampak gelisah sekali, tapi dia tidak memaksa lebih jauh.

Sedangkan ke dua orang pengemis yang menjadi kawan Kie Pa Kay telah memandang pertandingan dengan penuh perhatian. Sebab mereka melihat Siangkoan Lo Sian memang memiliki kepandaian yang tinggi. Jika saja Kie Pa Kay terancam bahaya dan jatuh di bawah angin, mereka berdua akan turun tangan buat membantunya.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now