Jilid 157

560 15 0
                                    

Belasan senjata tajam itu meluncur dengan cepat sekali kepada Ko Tie dan Giok Hoa. Malah setiap serangan mereka, mengincar bagian yang mematikan.

Karena itu, Ko Tie dan Giok Hoa tidak mau membuang-buang waktu lagi. Mereka menghadapinya dengan pedang masing-masing, dengan serentak mereka berdua telah mencabut pedang masing-masing, yang diputar dan dipergunakan buat menangkis serangan belasan dari orang itu.

Seketika terdengar suara jeritan beberapa orang di antara mereka yang terluka oleh pedang Ko Tie dan Giok Hoa, malah juga terdengarnya benturan senjata tajam mereta. Dengan demikian benar-benar membuat belasan orang itu tidak berani menerjang terlalu dekat.

Ko Tie dan Giok Hoa berdiri gagah sekali di tempat mereka. Mengawasi dengan sorot mata yang tajam, di mana tangan mereka mencekal senjata mereka erat-erat.

Tiba-tiba Kiang-lung Hweshio telah berseru dengan suara nyaring: "Bunuh mereka......!"

Sedangkan belasan orang yang mengepung Ko Tie dan Giok Hoa tidak lain dari belasan orang pendeta. Dikala itu, mereka memang telah mengepung Ko Tie dan Giok Hoa di tengah-tengah dan siap menerjang.

Cuma saja. Disebabkan tadi mereka telah menyaksikan betapa lihaynya kepandaian muda-mudi ini membuat mereka tidak berani sembarangan maju menerjang.

Sekarang mendengar perintah dari Kiang-lung Hweshio membuat mereka jadi terpaksa menerjang juga. Mereka tidak berani membantah perintah itu, walaupun hati mereka agak jeri, tokh mereka segera mengeluarkan suara bentakan yang mengguntur dan telah menerjang dengan senjata masing-masing.

Sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa telah menggerakkan pedang mereka, menghalau senjata lawan. Dan mereka berhasil membendung serbuan dari belasan orang lawan ini, yang semuanya memiliki kepandaian cukup tinggi.

Rupanya belasan pendeta ini anak buah Kiang-lung Hweshio, karena mereka semuanya berpakaian sebagai pendeta, dan juga mereka memang patuh terhadap perintah Kiang-lung Hweshio. Dengan demikian, membuat mereka juga tampaknya ingin mempertaruhkan diri, asal mereka bisa menangkap atau membunuh Ko Tie dan Giok Hoa.

Dikala itu, Ko Tie dan Giok Hoa beruntun telah berhasil merubuhkan tiga orang lawannya, memang belasan orang pendeta itu bukanlah lawan mereka yang setimpal, karena dengan mudah Ko Tie dan Giok Hoa berhasil untuk mendesak mereka, sehingga belasan orang pendeta itu tidak bisa mendesak maju terlalu dekat.

Tubuh Kiang-lung Hweshio tampak menggigil menahan amarah, ia telah berseru dengan suara yang bengis sekali:

"Serang mereka, bunuh! Ayo, jangan membuang-buang waktu lagi......!"

Sambil memberikan perintahnya itu tampak dia telah melangkah maju satu langkah, tampaknya memang dia tidak sabaran dan bermaksud hendak melangkah maju buat bantu menyerang.

Tapi kenyataannya Kiang-lung Hweshio tidak maju menyerang, karena dia telah berdiri tegak dengan selalu menganjurkan belasan orang anak buahnya buat maju lebih berani untuk membunuh Ko Tie dan Giok Hoa. Anak buahnya yang diperintahkan berulang kali menerjang maju, telah jatuh lagi dua orang korban di antara mereka, karena seketika itu juga terdengar suara jeritan, jerit kematian.

Tampak Kiang-lung Hweshio semakin tidak sabar. Cuma iapun jeri dan gentar buat maju menyerang kepada Ko Tie dan Giok Hoa.

Ia telah menyaksikan betapa muda-mudi ini memang memiliki kepandaian yang tidak rendah, karena itu, ia tahu, jika ia maju, pun memang tidak banyak yang bisa dilakukannya. Maka ia cuma memberikan perintah kepada anak buahnya.

Di waktu itu terlihat betapa semua anak buahnya semakin ragu-ragu, mereka gentar buat menerjang terus kepada Ko Tie dan Giok Hoa.

Sedangkan Kiang-lung Hweshio mengerutkan sepasang alisnya. Dia berpikir:

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now