Jilid 153

541 15 0
                                    

Bahkan Dalpa Tacin selalu memuji muridnya sebagai murid yang pandai, yang kepandaiannya mengalami kemajuan yang pesat dan telah mewarisi seluruh kepandaian Dalpa Tacin. Karena itu, mengapa sekarang dia seperti orang bodoh, yang tidak berhasil menghadapi Auwyang Phu?

Walaupun dia telah mengetahui bahwa Auwyang Phu adalah putera Auwyang Hong, tokoh sakti dari rimba persilatan, yang memang sangat terkenal sebagai si Bisa dari Barat yang tangannya beracun, mamun tidak seharusnya dia bisa dipermainkan oleh Auwyang Phu, karena gurunya dirasakannya memiliki kepandaian yang tentu tidak berada di bawah kepandaian Auwyang Hong.

Semakin dipikirkannya, dia jadi semakin marah dan penasaran, sampai akhirnya dia tidak bisa menahan dirinya, dengan murka dia telah menghantam tepian pembaringan.

"Plakkk!" tepi pembaringan itu kena dihantam sampai sempal. Dia menghela napas.

Kemudian, karena tidak bisa tidur, dia melompat turun dari pembaringan. Dengan jengkel dikenakan kembali jubahnya, dan keluar dari kamarnya. Maksudnya hendak meninggalkan rumah penginapan ini, untuk jalan-jalan memutari kampung, menghirup udara malam yang mungkin bisa menyejukkan hatinya yang panas itu.

Tapi ketika dia keluar dari kamarnya, dia melihat pelayan tengah melayani dua orang pemuda yang wajahnya sangat tampan sekali. Segera juga hatinya jadi heran. Karena dia melihat betapa pemuda itu merupakan dua orang yang wajahnya benar-benar sangat tampan dan tubuhnya ramping.

Dilihat dari keadaan mereka, mungkin ke duanya merupakan pelajar yang lemah dan kutu buku yang tidak punya guna. Dia tertawa dingin.

Cuma hatinya mengiri sekali, karena sebelumnya ia beranggapan dirinya sangat tampan dan gagah. Karena itu, tidak disangkanya bahwa di dalam dunia ini terdapat pemuda-pemuda yang demikian tampan seperti ke dua pemuda itu.

Dengan sendirinya hatinya jadi jelus. Ia memandangi dengan sikap yang sinis.

Sedangkan salah seorang dari ke dua pemuda itu tampaknya tidak senang sekali diawasi seperti itu oleh Gorgo San, dia kemudian melirik dan mendelikan matanya.

"Hemmm!" mendengus Gorgo San tambah tidak senang, jika memang menuruti hatinya, tentu ia akan menghampiri dan menotok biji mata pemuda itu untuk dibutakan.

Sedangkan pemuda yang seorangnya lagi, yang sikapnya walaupun halus dan wajahnya tampan, namun tampak lebih jantan, telah menarik tangan kawannya.

"Jangan mencari urusan!" katanya dengan suara yang perlahan.

Namun Gorgo San mendengarnya, ia memang memiliki pendengaran yang tajam, maka Gorgo San mendengus "Hemmm!" lagi.

Kemudian Gorgo San telah memilih sebuah meja yang tidak berjauhan di sebelah kanan. Ke dua pemuda itu menantikan pelayan selesai mempersiapkan kamar mereka, ke duanya duduk di sebuah meja, memesan beberapa macam makanan. Dan meja Gorgo San dengan ke dua pemuda itu terpisah hanya dua meja kosong.

Pelayan yang membawa makanan buat ke dua pemuda itu segera datang sambil berseru: "Hidangan datang! Tentu tuan-tuan akan gembira menikmati makanan lezat seperti ini......!"

Namun, waktu lewat di dekat meja Gorgo San, pelayan itu merandek, karena Gorgo San telah berkata: "Mana pesananku?!"

"Tuan...... kuingat...... tuan..... tuan tidak memesan apa-apa.....!" kata pelayan tersebut gugup.

"Ohhh begitu!" kata Gorgo San dengan sikap yang mendongkol. "Jadi kau meremehkan tuan besarmu dan pesanku tidak dilayani? Bagus! Bagus!"

Pelayan itu jadi kikuk, dia segera bilang, "Maafkan tuan, rupanya terjadi keteledoran di pihak kami! Segera aku akan kembali untuk mencatat pesanan dari tuan...... Tunggulah sebentar, aku akan mengantarkan makanan ini dulu!"

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now