Jilid 112

675 13 0
                                    

Kang Wei jadi mendongkol dan marah sekali. Dia juga penasaran, karena sebelumnya dia meremehkan kakek tua itu, siapa tahu justru tenaga dalam kakek tua itu sangat kuat sekali tidak berada di sebelah bawah kekuatan tenaga dalamnya!

Sedangkan Cing Kiang Wie tidak mau membuang-buang waktu. Ketika melihat Kang Wei tidak dapat mengatasi lawan mereka yang tua itu, segera juga dia mencelat dengan pedangnya buat menyerang membantui Kang Wei. Pedangnya itu berkelebat seperti juga seekor naga putih, yang mengincar bagian berbahaya di pundak kakek tua tersebut.

Kakek tua itu tengah mengerahkan tenaga dalamnya buat melawan daya tarik Kang Wei, dan sekarang dia diserang oleh Cing Kiang Wie, jika memang dia tidak menghindar atau menangkis, tentu dirinya akan terancam bahaya yang tidak kecil.

Dalam keadaan seperti itu, segera juga dia berseru nyaring, dan tahu-tahu pikulan besinya telah dimiringkan. Dia melepaskan cekalannya pada gagang pikulan yang satu, kemudian tubuhnya itu bergerak menarik pikulannya, dengan demikian lilitan cambuk lawannya dapat dilepaskan.

Dikala itu serangan pedang Cing Kiang Wie tiba, dia menyampok dengan pikulannya.

"Tranggg......!" pedang dan pikulan tersebut membentur kuat sekali, lelatu api terlihat berpijar terang.

Cing Kiang Wie merasakan tangannya tergetar keras, namun dia tidak mau memberikan waktu sedikitpun kepada kakek itu buat bernapas memperbaiki diri dan kedudukannya. Pedangnya menyambar lagi bertubi-tubi sampai empat kali tikaman.

"Tranggg..... tranggg...... tranggg..... tranggg..........!" Empat kali terdengar suara benturan yang sangat kuat, karena empat kali kakek tua itu dapat menangkis pedang lawannya. Cing Kiang Wie melompat mundur, dia berdiri di sisi Kang Wei, yang waktu itu memang sudah tidak menyerang lagi.

"Tua bangka yang tidak kenal mampus, perkenalkan namamu, karena kami paling anti untuk membunuh manusia tidak bernama!" bentak Cing Kiang Wie kemudian.

Kakek tua itu tertawa terkekeh, kemudian dia bilang dengan suara yang tawar: "Hemm..... kalian ingin mengetahui siapa aku? Baik! Dengarkanlah baik-baik, karena aku kuatir kalian kaget mendengar siapa adanya aku, kalian berdua tidak bisa pulang ke istana buat melaporkan kepada Kaisar kalian......!"

Tetapi biarpun kakek tua itu mengatakan bahwa dia akan memberitahukan namanya, namun dia tidak menyebutkan siapa adanya dia.

Cing Kiang Wie dan Kang Wei merasakan dirinya dipermainkan, segera Kang Wei membentak dengan suara bengis: "Katakanlah, siapa kau sebenarnya!"

"Aku she Liang dan bernama Tie," kata orang tua itu sambil memperdengarkan tertawa dingin, sikapnya gagah sekali, dia telah mencekal tongkatnya kuat-kuat menantikan serangan dari ke dua lawannya.

"Liang Tie? Oho, kiranya Kiu-cie-tung-hiap (Pandekar Tongkat Sembilan Jari)!" berseru Kang Wei dengan diiringi suara bergelaknya. "Tidak kami sangka, hari ini kami memiliki nasib baik bisa bertemu dengan Kiu-cie-tung-hiap yang menjagoi daerah selatan!"

Apa yang dikatakan Kang Wei memang tidak salah, sebab Kiu-cie-tung-hiap Liang Tie merupakan seorang jago yang malang melintang disegani di daerah Selatan. Sejauh itu dia jarang sekali memperlihatkan diri.

Siapa tahu, justeru malam ini ke dua perwira tinggi kerajaan telah dihadangnya. Tidak terlihat perasaan jeri sedikitpun juga pada wajah ke dua perwira itu, walaupun mereka memang telah mengetahui siapa lawan mereka, seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki nama tidak kecil di dalam kalangan Kang-ouw dan terkenal dengan ilmu tongkatnya.

Di waktu itu Kiu-cie-tung-hiap Liang Tie tertawa bergelak, kemudian katanya dengan suara yang dingin: "Benar! Benar! Justeru hari ini memang aku telah memutuskan, bahwa sekarang aku akan mempertaruhkan jiwaku dengan kalian berdua!"

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now