Jilid 113

667 17 1
                                    

Liang Tie yang melihat keadaan seperti itu segera merogoh sakunya, tahu-tahu dia telah menimpukkan sebuah benda hitam ke arah Cing Kiang Wie.

Cing Kiang Wie menduga senjata rahasia, dia berkelit. Benda hitam bulat itu terbanting di tanah di dekat sampingnya. Terdengar suara ledakan dan di sekitar tempat itu diselubungi asap yang tebal.

"Kang Laote, hati-hati!" teriak Cing Kiang Wie, yang kuatir lawan-lawannya mempergunakan senjata rahasia buat menyerang membokong pada mereka.

Kang Wei sendiri terkejut karena tahu-tahu tempat itu tertutup gelap oleh asap. Dia jadi kelabakan dibuatnya, dan buat melindungi dirinya dari bokongan lawannya, dia memutar cambuknya dengan cepat. Dan setelah memutar cambuknya beberapa waktu, di kala asap semakin tipis, dia hanya melihat Cing Kiang Wie yang berdiri dengan penuh kewaspadaan.

Sedangkan ke tiga orang lawan mereka sudah tidak terlihat lagi mata hidungnya. Diwaktu itu Liang Tie dan ke dua kawannya entah telah pergi ke mana.

Liang Tie rupanya mempergunakan kesempatan di saat alat peledaknya itu menaburkan asap, telah melarikan diri dengan ke dua orang kawannya itu. Maka begitu asap itu menipis, di waktu Cing Kiang Wie dan Kang Wei bisa melihat lebih jelas, maka mereka sudah tidak melihat ke tiga orang lawan mereka.

Di waktu itu Kang Wei segera melompat ke dekat Cing Kiang Wie. "Cing Toako...... mereka cukup tinggi kepandaiannya...... kita selanjutnya harus lebih hati-hati, boleh jadi akan banyak orang-orang setangguh mereka akan mengeroyok kita!"

Cing Kiang Wie yang masih penasaran mendengus, dia bilang: "Hemmmmm, biarlah semuanya muncul. Nanti akan kuberesi semuanya!"

Baru saja dia berkata begitu, dari tempat gelap terdengar suara tertawa dingin.

"Hemmm, bicara sih memang enak, cuma menggoyangkan lidah!" kata orang itu dengan suara yang dingin mengandung ejekan. "Tetapi justeru aku telah melihat dan menyaksikan dengan mataku sendiri, bahwa kalian merupakan anjing-anjing tidak punya guna!"

Cing Kiang Wie dan Kang Wei bersiap-siap dengan senjata mereka, karena mengetahui bahwa di tempat gelap itu telah bersembunyi lawan baru. Tentunya lawan itu memiliki gin-kang dan kepandaian yang tinggi, entah seorang diri atau berkumpul dengan kawan-kawannya dalam jumlah yang banyak.

"Siapa kau, mengapa menyembunyikan ekor, terus tidak mau memperlihatkan diri?!" bentak Kang Wie dengan suara yang menyeramkan dan bengis.

"Hemmmm, sejak tadi aku telah memperlihatkan diri, kalian berdua yang merupakan anjing-anjing kudis buta, mana bisa melihat? Sungguh kasihan!

"Cing dan Kang Ciangkun, rupanya kalian telah melupakan asalmu, merupakan kacang yang lupa pada kulit, sehingga kalian benar-benar memang ingin berkhianat dan telah bekerja di bawah tindasan dari kaum penjajah itu!

"Hahahaha, yang seorang adalah komandan dari Gie-lim-kun, sedangkan yang seorang adalah Komandan Kim-ie-wie sekarang telah diutus buat membasmi kawan-kawannya sendiri, buat menumpas orang-orang sebangsanya....... Hahaha! Sungguh perbuatan yang sangat bagus!"

Waktu orang itu mengejek seperti itu, Kiang Wie dan Kang Wei kaget bukan main, karena orang itu mengetahui bahwa mereka adalah komandan dari Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie.

"Siapa kau, cepat perlihatkan dirimu! Jangan bersikap pengecut seperti itu hanya menyembunyikan ekor.....!" bentak Cing Kiang Wie yang habis sabar.

"Aku di sini......!" menyahuti orang itu, yang segera melangkah keluar dari tempat gelap itu. Segera terlihat seorang kakek tua dengan pakaian penuh tambalan.

"Hemmm, engkau pengemis busuk?!" bentak Cing Kiang Wie setelah melihat kakek pengemis tersebut yang tampaknya dikenalnya. "Thio Kim Beng! Mengapa engkau demikian usil mencampuri urusan Kami? Atau memang engkau sudah bosan hidup! Lebih baik engkau meninggalkan pekerjaan hina yang setiap hari buat makan saja harus mengemis ke sana ke mari meminta belas kasihan orang!

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now