Jilid 78

752 18 0
                                    

"Pemuda yang tampan dan gagah!" tiba-tiba dia menggumam. Tetapi setelah menggumam seperti itu, Giok Hoa kaget sendirinya, karena diapun merasa malu.

Namun segera dia teringat bahwa dia tengah berada di punggung burung rajawali putih itu, dibawa terbang di angkasa terbuka, sehingga di sekitarnya tidak terdapat manusia lainnya. Dan gadis itu menghela napas dalam-dalam.

Walaupun bagaimana Giok Hoa harus mengakuinya, bahwa ia memang dalam keadaan seperti ini telah terpancing oleh pemikiran-pemikiran mengenai Ko Tie. Juga ia sesungguhnya bermaksud hendak membuang jauh-jauh pemikiran mengenai diri Ko Tie, tokh tidak berhasil, karena bayang-bayang wajah Ko Tie tetap saja bermain di pelupuk matanya. Diapun jadi selalu gelisah dipengaruhi oleh pemikiran yang aneh sekali, pemikiran yang tidak dimengertinya, entah perasaan apakah itu?

Sedangkan burung rajawali itu telah terbang terus semakin lama jadi semakin tinggi, sekali-kali terdengar suara memekiknya.

Dan burung ini rupanya mengerti juga bahwa majikannya waktu itu tengah dirundung oleh pemikiran dan rasa rindu terhadap seseorang. Dan seekor burung rajawali yang memiliki daya tangkap dan perasaan yang peka sekali, maka telah membuat burung rajawali tersebut menyadari majikannya tengah memendam rindu terhadap seseorang.

Waktu itu hawa udara di puncak gunung Heng-san terasa mulai sangat dingin. Namun Giok Hoa masih juga belum mau pulang. Berulang kali dia membisiki burung rajawali putih itu bahwa ia hendak dibawa jalan-jalan dulu oleh burung rajawali tersebut, di mana Giok Hoa memang belum mau pulang.

Dirasakannya ia sangat malu sekali, jika dalam keadaan sekarang dia harus bertemu muka lagi dengan Ko Tie. Giok Hoa tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya. Maka dia memutuskan lebih baik tidak pulang dulu karena itu dia meminta burung rajawali putihnya membawa dia berputar-putar di tengah udara bebas.

Setelah udara menjadi gelap, barulah dia pulang. Namun ketika melompat turun dari punggung burung rajawali itu, dirasakannya kepalanya pening, agak mabuk. Maka dia berusaha untuk mengerahkan lweekangnya, namun tidak berhasil, karena tetap saja dia merasakan betapa kepalanya itu masih pening.

Segera juga Giok Hoa masuk ke dalam kamarnya. Dan waktu itu gurunya telah mengajaknya buat makan bersama. Terpaksa Giok Hoa menjelaskan bahwa dia tengah sakit dan tidak bisa menemani guru dan tamu mereka buat makan bersama.

Ketika rebah di atas pembaringannya maka Giok Hoa masih juga dikejar-kejar oleh perasaan anehnya. Sebetulnya dia menginginkan sekali buat bertemu dengan Ko Tie, buat bercakap-cakap dengannya. Tetapi di bagian lain dari perasaannya justeru menghendaki lain.

Dia tidak mau bertemu dengan Ko Tie disebabkan perasaan malu yang menguasai dirinya. Disamping itu juga memang dia tidak mau kalau sampai nanti gurunya melihat sikap yang lain dari pada biasanya. Karena itu Giok Hoa rebah terus di pembaringannya memejamkan matanya.

Namun kejadian di mana Ko Tie pura-pura kesakitan rebah di tanah karena pukulannya, teringat olehnya, tanpa diinginkan segera juga Giok Hoa tersenyum lebar. Dia jadi menganggapnya lucu sekali. Menganggapnya sebagai suatu peristiwa yang sangat menarik sekali, membawa kesan yang mendalam dan sulit untuk dilupakan olehnya.

Giok Hoa menutupi mukanya dengan bantal, karena dia berusaha untuk tidur. Namun, ketika dia melihat ke arah jendela, di mana keadaan sangat gelap sekali, dia telah menghela napas.

"Pemuda itu sangat menarik sekali, seharusnya aku tidak perlu malu-malu lagi kepadanya. Bukankah Suhu sendiri perintahkan kepadaku agar aku menemani dia?" pikir Giok Hoa.

"Justeru sikapku yang tadi terlalu keras menghadapi pemuda itu. Dengan demikian telah membuat diapun terpaksa harus mengalah, namun aku tetap terlalu mendesaknya. Jika tadi aku bisa menahan diri dan tidak terlalu mendesaknya, niscaya, aku sudah dapat berkawan dengannya, sudah dapat bercakap-cakap dengan asyiknya......!"

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now