Jilid 141

548 14 0
                                    

Waktu tengah berjalan untuk pulang ke rumah penginapan, mereka lewat di muka sebuah rumah pelesiran. Rumah yang diterangi oleh teng-to-leng memancarkan sinarnya yang merah itu, dengan suara musik terdengar dari dalam, juga suara tertawa cekikikkan dari para wanita pelesiran di dalam, genit dan centil, membuat muka Giok Hoa jadi berobah merah dan merasa panas sekali.

"Jika kelak engkau sebagai seorang suami, tentunya engkau pun tidak akan berbeda dengan para pria-pria lainnya, sering mengisi waktu senggang dengan mendatangi tempat-tempat pelesiran seperti ini? Bukankah begitu, engko Tie??" kata Giok Hoa sambil melirik.

"Hemmmmm, itu masih belum bisa kupastikan!" menjawab Ko Tie, tertawa.

Muka Giok Hoa semakin merah, tapi sekarang terlihat sikap tidak puasnya.

"Mengapa belum bisa dipastikan? Jika demikian jelas memang kelak engkau pun termasuk seorang laki-laki bedodoran yang tidak punya malu! Tentu suatu saat kelak engkau pun akan datang di rumah-rumah pelesiran ini!"

Ko Tie tertawa, dia bilang: "Adikku yang manis, engkau jangan cepat cemburu seperti itu! Jika memang aku memperoleh seorang isteri yang buruk sekali, yang tidak cantik, yang cerewet dan senang sekali mengomel, mengapa aku tidak mungkin datang ke rumah pelesiran ini buat menghibur diri? Tentu saja aku bisa datang ke rumah-rumah pelesiran ini!

"Tapi jika andaikata aku memperoleh isteri secantik engkau, semanis engkau, mana mungkin aku datang ke tempat-tempat pelesiran, sedangkan isteriku itu seorang yang cantik, seorang yang sangat manis, yang sangat kucintai! Di rumah-rumah pelesiran seperti itu mana ada yang menang dengan kecantikan isteriku?" Dan Ko Tie tertawa, lagi.

Muka Giok Hoa berobah merah.

"Boleh aku tahu siapa calon isterimu yang cantik itu?" tanyanya sambil mengerling.

"Ya, aku sendiri belum tahu. Tapi aku pasti tidak akan datang ke rumah-rumah pelesiran seperti ini. Jika saja aku bisa memperoleh seorang isteri secantik engkau, misalnya!"

Pipi Giok Hoa berobah semakin merah, dia menunduk, namun tangannya meluncur mencubit lengan Ko Tie.

"Kau laki-laki buaya!" kata Giok Hoa. "Cissss siapa yang kesudian menjadi isterimu? Aku seorang gadis bermuka buruk, memiliki adat yang jelek, mana mungkin cocok menjadi isterimu, seperti yang kau idam-idamkan!"

"Justeru aku mengatakannya kalau saja aku bisa memperoleh isteri seperti engkau, betapa bahagianya aku, dan tentu tidak akan pernah datang ke rumah-rumah pelesiran....." kata Ko Tie setelah menjerit dan menggosok-gosok tangannya yang terasa sakit karena cubitan si gadis.

"Aku buruk dan juga tabiatku jelek. Jika aku menjadi isterimu, tentu aku akan menderita dan juga berduka sepanjang hari!" kata Giok Hoa, suaranya halus, ia juga bilang dengan perlahan sekali, kepalanya tertunduk dalam-dalam.

"Mengapa begitu?!"tanya Ko Tie sambil senyum lebar.

"Karena aku tidak cocok dengan idaman kau!"menyahuti Giok Hoa. "Aku telah mendengarnya, engkau mengharapkan seorang isteri yang cantik, yang manis yang memiliki perangai sangat baik, baru engkau tidak akan datang ke tempat-tempat pelesiran ini.

"Tapi jika aku yang buruk dan bertabiat jelek ini menjadi isterimu, bukankah engkau akan menjadi si pemuda bedodoran, yang setiap malam mendatangi rumah-rumah pelesiran, sedangkan aku hanya sepanjang malam menangis seorang diri......!?"

Ko Tie tertawa, ia tahu-tahu memegang ke dua lengan si gadis, kemudian ia mendekapnya.

"Justeru engkau yang ku idam-idamkan. Engkau cantik seperti seorang bidadari, engkau pun memiliki hati yang lembut dan juga baik sekali. Aku bersedia bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki walaupun hanya setengah langkah ke tempat-tempat seperti itu, jika saja engkau bersedia kelak menjadi isteriku!"

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now