Jilid 139

572 16 0
                                    

Ko Tie tertawa, ia sikap memandang remeh kepada nenek tua itu.

Sedangkan nenek tua itu menantikan jawaban. Sambil menanti, ia mengawasi tajam, bengis dan sinar matanya mengandung hawa pembunuhan.

Dia benar-benar tidak puas terhadap pemuda ini, untuk sikapnya yang menghina itu. Tapi dia tidak dapat membaca hati orang dan juga tidak tahu siapa pemuda ini, tidak mengetahui asal usulnya.

Ko Tie berkata juga kemudian, dengan suara yang tawar dan perlahan.

"Nenek tua, bukankah engkau yang di dalam rimba persilatan dinamakan Jie Sian (Dewi Kedua)?" tanya Ko Tie kemudian dengan sikap yang tawar!

"Dan kukira, aku tidak akan perduli dengan urusan kalian! Aku tidak mau tahu apa urusan kalian ke dua belah pihak. Aku datang untuk urusan lain.

"Aku hendak bertanya kepada kau. Apakah dengan mengandalkan kepandaianmu itu, yang kau anggap sangat lihay, engkau satu-satunya orang yang paling pandai dan memiliki kepandaian tertinggi di dalam rimba persilatan?"

Waktu itu angin berhembus dan membawa hawa hangat. Sinar matahari memancar cukup keras. Hawanya panas!

Akan tetapi tanpa merasa, nenek tua itu menggigil keras, seperti juga ia tengah kedinginan, karena ia memang sangat murka bukan main. Sedapat mungkin ia berusaha bersikap tenang menindih kemarahannya yang seakan juga hendak meledakkan dadanya, membuat tubuhnya itu menggigil.

"Benar! Jika engkau tidak berhasil merubuhkan aku, berarti akulah satu-satunya orang terpandai di dalam kalangan Kang-ouw!

"Tapi kukira engkau tidak layak untuk beradu tangan dengan nenekmu. Engkau perlu kembali lagi kepangkuan ibumu, buat minta menetek!

"Hemmm, bocah masih bau popok, ternyata engkau tidak mengenal tingginya langit dan tebalnya bumi! Baiklah! Justru aku yang akan membuka matamu, agar engkau mengetahuinya. Betapapun juga, memang engkau perlu memperoleh hajaran yang pantas....."

Kata-katanya itu belum lagi habis nenek tua tersebut, yang disebut oleh orang rimba persilatan sebagai Jie Sian, sudah tidak bisa membendung lagi kemarahan hatinya. Ia telah membentak bengis, mengandung hawa pembunuhan, disusul dengan tubuhnya yang melesat gesit sekali, tubuhnya seperti bayangan, tangan kirinya telah menyerang, angin serangan itu berkesiuran dahsyat, sedangkan tongkatnya itupun menderu-deru dengan hebat.

Dengan demikian, tampaknya memang nenek tua itu, bermaksud sekali menyerang dia sudah bisa membunuh Ko Tie.

Ko Tie tetap berdiri tenang di tempatnya. Walaupun Jie Sian telah melompat dalam jarak yang begitu dekat dengannya.

Malah, angin serangan tangan kirinya dan tongkatnya telah mulai menerjang dirinya dengan dahsyat. Ko Tie hanya memperhatikan dengan sinar mata yang sangat tajam sekali kepada nenek tua itu di mana ia ingin menantikan sampai serangan dari nenek tua itu benar-benar dekat dengannya.

Setelah serangan nenek tua tersebut dekat sekali, Ko Tie tidak berdiam diri terus. Karena iapun untuk mempertahankan diri telah membarengi ketika Jie Sian menarik dengan keras, ia mengerahkan tenaga di tiga jarinya. Lalu:

"Takkk!" maka patahlah ujung tongkat sepanjang lima dim. Ia terus melemparkan patahan itu, yang terbang meayambar batang pohon yang tidak jauh dari mereka, menancap masuk ke dalamnya!

Semua orang yang menyaksikan kejadian itu jadi kaget dan heran. Semuanya sampai menahan napas dan muka mereka pun telah berobah.

Diam-diam Jie Sian menyedot napas dingin. Benar-benar ia tidak menyangkanya. Karena itu, mendadak sekali ia melemparkan tongkatnya yang sudah buntung, dengan ke dua kakinya segera menjejak tanah. Ia melompat mundur ke luar dari kalangan.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now