Jilid 155

340 15 1
                                    

"Ya, pinceng memang seorang pendeta miskin yang berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Pinceng memang tidak memiliki uang. Dan Pinceng sama sekali tidak membutuhkan tempat berteduh, ke mana saja ke dua kaki pinceng ini melangkah, ke sanalah pinceng berteduh. Karena langit merupakan rumahku dan bumi merupakan tempatku.....

"Tidak ada yang pinceng butuhkan selain uang. Dan pinceng hendak meminta derma uang, karena memang pinceng membutuhkan uang......!"

"Membutuhkan uang?!" tanya Ko Tie mengerutkan alisnya karena heran dan curiga, sebab seumurnya, belum pernah ada pendeta yang begitu berterus terang untuk meminta uang derma, tanpa malu-malu lagi.

Hal ini telah membuat Ko Tie jadi janggal mendengarnya. Memang Ko Tie mengetahui, seorang pendeta selalu meminta derma.

Tapi tentu saja caranya bukan dengan cara mengetuk bok-hie dan liam-keng di tengah malam buta seperti ini, mengganggu tidur orang lain. Dengan demikian, perbuatan seperti itu jelas merupakan suatu perbuatan yang tidak selayaknya dan agak kurang ajar.

"Tentunya kongcu dan Kouw-nio bersedia buat memberi derma uang kepada pinceng, bukankah begitu?!" tanya si pendeta sambil tersenyum.

Ko Tie mengawasi Kiang-lung Hweshio sejenak, barulah kemudian mengangguk.

"Baiklah, jika memang Taysu membutuhkan derma uang, kami bisa memberikan!" Setelah berkata begitu, Ko Tie merogoh sakunya mengeluarkan lima tail perak dan memberikan kepada pendeta itu.

Si pendeta mengerutkan alisnya yang telah memutih, kemudian dengan sikap tidak senang ia bilang: "Hanya segini saja?!"

Ko Tie tertegun.

"Berapa yang Taysu inginkan?!" tanya Ko Tie.

Kiang-lung Hweshio berdiam diri sejenak kemudian tertawa. Sinis sekali.

"Jika uang lima tail perak seperti ini, pinceng pun memiliki dan untuk uang sebesar ini, tentu saja pinceng tidak perlu meminta derma!"

"Kurang ajar sekali pendeta ini, ia seorang yang tidak mengenal budi dan terima kasih," berkata Ko Tie di dalam hatinya dengan perasaan tidak senang. Di waktu itu, iapun bilang: "Ya, hanya sebesar itu yang bisa kami dermakan!"

"Tukkk!" tiba-tiba Kiang-lung Hweshio mengetuk kayu bok-hienya keras sekali. Suara itu terdenyar sangat nyaring, memekakkan anak telinga.

Ko Tie dan Giok Hoa tercekad juga, itulah suara diketuknya bok-hie dengan disertai sin-kang yang kuat. Dengan begitu memperlihatkan betapa si pendeta sesungguhnya memiliki sin-kang yang tinggi sekali.

"Pinceng bukan seorang pengemis, yang diberi derma hanya sebesar ini!" bilang pendeta itu kurang senang.

Barulah kemudian Kiang-lung Hweshio melanjutkan perkataannya setelah memperdengarkan dua kali tertawa dingin, "Hemm, pinceng membutuhkan tigaribu tail perak!"

"Tigaribu tail perak?!" tanya Ko Tie dengan membeliakkan matanya.

"Ya!" mengangguk Kiang-lung Hweshio sambil tersenyum.

Ko Tie tertawa, dia menggelengkan kepalanya perlahan, kemudian katanya: "Maafkan, tidak dapat kami memenuhi permintaan Taysu, karena kami berdua memang tidak memiliki uang sebanyak itu!"

"Tidak bisa!" tiba-tiba suara si pendeta berobah keras. "Tadi kalian telah berjanji akan memberikan dermanya kepada pinceng! Mengapa sekarang ini justeru kalian mengatakan tidak memiliki uang buat memberikan derma kepada pinceng?!"

Ko Tie tersenyum pahit, katanya: "Jika hanya untuk derma sekedarnya, kami bersedia memberikannya, karena memang kami memiliki kemampuan buat memberikannya. Tapi jika jumlahnya meliputi ratusan tail bahkan ribuan tail, mana mungkin kami memberikannya, sedangkan kami berdua memang tidak memiliki uang sebanyak itu!"

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now