Jilid 187

520 14 1
                                    

Yang lainnya terdiam, mereka tampaknya memang membenarkan juga kata-kata kawannya.

Waktu itu salah seorang di antara mereka berkata: "Atau kita mencari tabib lainnya?"

"Tabib lain?" tanya kawannya.

Orang itu mengangguk.

"Ya!" sahutnya.

"Tabib mana lagi? Sedangkan Yang Sin-se merupakan tabib yang paling pandai di kampung ini!"

"Tapi kita bisa mencari tabib lain di tempat lain!"

"Di tempat lain di mana?" tanya kawannya sambil mengawasi dengan tidak percaya.

"Ke kota yang terdekat misalnya?!"

"Hu! Pemuda itu tentu sudah keburu mati!" kata kawannya. "Pergi ke kota Tiang-an, yang terdekat, yang hanya limapuluh lie, untuk pulang pergi hampir memakan waktu dua hari. Lalu siapa yang bersedia untuk pergi?

"Jika memang di kota itu terdapat tabib itu yang pandai, kalau tidak? Juga kesulitan lainnya, apakah tabib itu mau diundang ke mari? Berapa biayanya?!"

Mendengar perkataan kawannya seperti itu, orang tersebut jadi terdiam.

Memang benar apa yang dibilang kawannya, banyak kesulitan yang mereka hadapi jika saja bermaksud mengundang tabib lainnya dari tempat lain.

Di waktu itu tampak penduduk kampung ini memang berusaha menolongi Ko Tie sekuat kemampuan mereka. Terlebih lagi mereka menduganya bahwa Ko Tie tentunya bukanlah sebangsa pemuda biasa.

Setidak-tidaknya tentu merupakan pemuda yang memiliki kepandaian tinggi, juga memang ia pun memiliki rajawali yang begitu besar dan tampaknya luar biasa sekali.

Tapi penduduk kampung itu tidak berdaya untuk melakukan sesuatu apa-apa lagi.

Ko Tie masih pingsan tidak sadarkan diri

◄Y►

Burung rajawali di luar rumah itu masih berdiri diam dengan sabar.

Seorang penduduk yang tertarik sekali melihat burung rajawali yang besar seperti burung raksasa itu, jinak sekali dan tidak ganas, memberanikan diri.

Dia mengawasi burung itu, sampai akhirnya ketika burung itu merintih perlahan dengan pekikan lirih, dan mengeluarkan sayap kanannya, maka orang itu melihat sayap burung itu terluka, tulangnya patah.

Burung rajawali itu bersikap demikian karena dia mengharapkan orang itu dapat mengobati luka pada sayapnya tersebut.

Orang itu memang benar-benar mengobatinya, karena dia telah mengambil sebatang kayu dan mengikatkan pada sayap burung rajawali itu. Dia juga mengurutinya dengan arak gosok.

Burung rajawali itu memekik perlahan dan lirih, bagaikan dia mengucapkan terima kasih atas pengobatan yang diberikan oleh orang tersebut.

Segera juga tersiar di dalam kampung itu perihal burung rajawali yang besar seperti burung raksasa, namun tidak ganas dan jinak sekali, seperti mengerti akan perkataan manusia.

Banyak penduduk yang berdatangan buat melihat burung rajawali itu, malah ada beberapa orang di antara mereka yang berani, telah mengulurkan tangannya buat mengusap-usap burung rajawali itu.

Tiauw-jie atau burung rajawali itu berdiam diri saja, dia tampak begitu jinak. Setiap kali diusap oleh tangan penduduk kampung itu, ia mengeluarkan suara yang lirih dan tampak sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa dia ganas.

Penduduk kampung itu segera mengetahui bahwa burung rajawali ini memang bukan sejenis rajawali yang ganas. Mereka jadi semakin berani. Malah ada beberapa orang anak laki-laki penduduk kampung itu yang naiki punggung burung itu.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now