Jilid 25

605 21 0
                                    

Si Giok jadi heran melihat kelakuan paman Hok nya ini, demikian juga dengan anak rajawali itu, di mana Tiauw-jie memandang diam saja tidak mengerti, karena diapun tengah berduka atas kematian "ibunya".

Setelah puas tertawa, barulah Hok An memberikan keterangan kepada si Giok, bahwa sesungguhnya dia merasa gembira sebab si Giok telah berhasil menelan benda mustika itu, di mana dia akan menjadi seorang wanita yang luar biasa.

Dengan adanya bantuan benda mustika itu niscaya selanjutnya si Giok lebih mudah jika ingin mempelajari ilmu silat. Juga terutama sekali, jika saja si Giok memperoleh satu-dua petunjuk buat mengendalikan hawa murni tubuhnya, dia akan segera memiliki hawa murni yang hebat.

Sekarang walaupun Si Giok belum bisa mempergunakannya, tetapi sebenarnya dia telah memiliki hawa murni yang hebat sekali yang mungkin tidak akan kalah dibandingkan dengan latihan duapuluh tahun! Hanya saja, karena si Giok tidak mengerti ilmu silat dan tidak memiliki latihan lweekang, hawa murni tersebut tidak bisa dipergunakannya.

Sedikitnya satu-dua tahun ia harus melatih diri atas petunjuk dari seorang berkepandaian tinggi, barulah ia akan bisa mengendalikan dan menyalurkan kekuatan dan kemujijatan benda mustika itu. Pertama-tama yang harus dilakukannya adalah berusaha membuka jalan-jalan darah terpenting di tubuhnya, seperti Me-kong-hiat, Cie-tay-hiat, Lu-cian-hiat, dan beberapa jalan darah pokok lainnya.

Tetapi dengan ditelannya permata mujijat ular raksasa itu oleh Si Giok, berarti memang dia memiliki kesempatan buat menjadi seorang pendekar wanita yang kelak memiliki kepandaian tinggi. Hanya masalah waktu juga yang menentukannya.

Hok An memutuskan untuk mengubur ular raksasa itu di dalam goa, yaitu dengan cara membiarkan bangkai ular itu di dalam goa tersebut, lalu menutup pintu goa itu. Dengan demikian sama saja ular raksasa tersebut dikubur di dalam goanya sendiri.

Waktu ingin mengajak si Giok buat meninggalkan goa itu, tiba-tiba Hok An melihat inti es di kepala ular raksasa tersebut, yang masih bersinar terang, sehingga walaupun ular itu telah mati, keadaan di dalam goa itu tetap saja terang benderang. Hati Hok An tergerak, segera dia menghampirinya mengambil inti es itu. Ternyata inti es itu sebesar kepalan tangan, sangat dingin sekali. Diberikan kepada si Giok.

"Kantongilah..... ambillah olehmu!" kata Hok An kemudian.

"Untuk apa, paman Hok?!" tanya si Giok yang kuatir kalau-kalau nanti inti es itu disuruh untuk ditelannya juga seperti halnya batu permata mujijat merah itu.

"Buat main-main..... tidak ruginya engkau memiliki inti es mujijat itu!" menjelaskan Hok An.

Mendengar keterangan Hok An itu, barulah si Giok lebih tenang, dia mengantongi batu inti es tersebut, kemudian mengajak Tiauw-jie keluar dari goa ular.

Hok An bekerja cepat, dia telah mempergunakan batu-batu gunung, barulah dia bisa menutup pintu goa tersebut.

Begitulah, pada hari-hari selanjutnya Tiauw-jie bermain-main dengan si Giok, karena sejak kematian "ibu"nya, Tiauw-jie lebih sering bermurung diri, di mana anak rajawali tersebut telah banyak termenung berdiri terpekur, tidak ada kegembiraan buat terbang ke sana ke mari seperti hari-hari sebelumnya.

Si Giok yang melihat kemurungan sahabatnya ini, berusaha menghiburnya dengan mengajak Tiauw-jie bermain-main. Setelah lewat seminggu, maka kesedihan Tiauw-jie berkurang. Dan Tiauw-jie mulai riang kembali bermain dengan si Giok.

Sedangkan Hok An pun telah perintahkan si Giok agar setiap malam mulai mengatur jalan pernapasannya. Si Giok ternyata adalah seorang gadis cilik yang memiliki otak sangat cerdas, karena dia dapat dengan segera melakukannya dengan baik, walaupun perlahan, akan tetapi pasti dia memperoleh kemajuan.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now