Jilid 125

423 16 0
                                    

Tengah Giok Hoa menduga-duga sambil memasang mata dengan tajam, daun jendela kamar terbuka. Dari dalam kamar itu melompat sesosok tubuh, yang sama gesitnya.

Giok Hoa jadi semakin heran, wanita itu adalah seorang wanita berusia antara empatpuluh tahun lebih, namun pada wajahnya itu masih terdapat sisa-sisa kecantikan yang dimilikinya.

"Akh.......!" berseru pemuda itu dengan suara tertahan, tampaknya terkejut. "Kau.....!"

Wanita setengah baya baru keluar dari dalam kamar tertawa dingin.

"Ya, memang aku! Kau terkejut? Mengapa harus kaget seperti itu?!" tanya wanita setengah baya tersebut, dengan sikap mengejek.

Pemuda itu cepat sekali dapat menenangkan goncangan hatinya. Dia merangkapkan ke dua tangannya memberi hormat kepada wanita setengah baya tersebut. Katanya: "Maafkan..... apakah kau baik-baik saja, locianpwe?!"

"Hemmmm, kau masih menanyakan kesehatanku? Bagus! Bagus! Tapi kukira, perhatianmu itu tidak menyebabkan engkau lolos dari hukuman yang akan kujatuhi padamu!"

Muka pemuda itu berobah memerah, kemudian pucat, tapi dengan suara yang tenang dan juga ia berusaha buat bersikap biasa saja, tanpa memperlihatkan kemendongkolan dan kemarahan hatinya, pada saat itu bilangnya dengan sabar.

"Locianpwe, mengapa locianpwe hendak menghukumku? Bukankah di antara kita tidak ada hubungan apa-apa lagi?"

"Murid murtad?" teriak si wanita setengah baya itu. "Aku justeru hendak mewakili gurumu untuk menghukum kau!"

Sambil berkata begitu, dengan gerakan yang sangat gesit sekali, tubuhnya tahu-tahu telah berada di depan si pemuda. Dia mengulurkan tangannya hendak mencekal pergelangan tangan kanan pemuda itu.

Tapi pemuda berpakaian serba hitam itu telah menarik tangannya terlepas dari cekalan si nenek, dia bilang:

"Kau jangan terlalu mendesakku, locianpwe...... Antara aku dengan bekas guruku itu sudah tidak terdapat hubungan apa-apa lagi!" Sambil berkata begitu tampak si pemuda juga hendak memutar tubuhnya ingin berlalu.

Tapi wanita setengah baya itu semakin gusar, bentaknya nyaring: "Murid murtad seperti engkau harus dihajar mampus! Terimalah kematianmu!"

Sambil membentak begitu, cepat sekali tubuhnya melesat ke samping si pemuda. Dia memang memiliki gin-kangnya yang sangat tinggi.

Karena dari itu, dia dapat bergerak dengan lincah sekali. Dia telah berhasil berada di dekat si pemuda sambil tangan kanannya dipergunakan untuk menghantam kepala si pemuda itu.

Pemuda itu merasakan sambaran angin pukulan. Dia memiringkan kepalanya, dia berhasil menghindar dari pukulan wanita setengah baya tersebut.

Cepat sekali, tanpa berani berayal pula pemuda itu telah melompat buat melarikan diri.

"Ingin kabur ke mana kau?" bentak wanita setengah baya tersebut, segera juga tubuhnya telah bergerak menyusul.

Tapi pemuda itu menggerakkan gin-kangnya dia berusaha berlari menjauhi diri dari wanita setengah baya yang galak itu. Dan wanita setengah baya itu tetap mengejarnya.

Giok Hoa semakin tertarik menyaksikan urusan ini, dia menduga itulah urusan dalam sebuah pintu perguruan silat. Sesungguhnya, memang diketahuinya di dalam rimba persilatan ada peraturan, orang dari luar pintu perguruan yang tengah timbul gelombang, tidak boleh mencampurinya, akan tetapi Giok Hoa tertarik sekali, sehingga dia pun segera mengikutinya dengan hati-hati.

Waktu itu pemuda berpakaian hitam tersebut telah berlari kurang lebih puluhan lie, dan hampir tiba di pintu kota. Namun wanita setengah baya itu, yang sejak tadi tengah mengejarnya dan berlari dengan gin-kang yang tinggi sekali, dalam waktu yang singkat telah bisa memperdekat jarak pisah mereka.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now