Jilid 143

605 17 0
                                    

Menyelesaikan perkataannya itu, tampak orang tua ini telah menepuk ke dua tangannya, di mana dia telah menepuknya sebanyak tiga kali, dan suaranya juga sangat nyaring sekali.

Segera tampak dari kapal itu melesat dua sosok tubuh. Sama halnya seperti yang dilakukan oleh orang tua itu, ke dua sosok tubuh itu juga berjumpalitan di tengah udara.

Dan mereka melompat enam kali untuk dapat tiba di lantai panggung tersebut. Ke dua orang itu adalah dua orang pemuda berusia duapuluh tahun lebih, ke duanya memakai baju warna merah yang singsat, dengan pedang tergemblok di tubuh masing-masing.

Mereka memberi hormat kepada orang tua itu, lalu memutar tubuh memberi hormat kepada para tamu.

"Harap cianpwe dan juga tuan-tuan tidak mentertawai keburukan kami.....!" kata mereka hampir berbareng. "Sekarang kami hendak meramaikan pesta pangcu Ang-kie-pay, agar para Cianpwe dan tuan-tuan tidak menjadi kesepian karenanya.....!"

Setelah berkata begitu, dengan gesit ke dua pemuda itu memisahkan diri. mereka telah berdiri berhadapan dan juga tangan mereka dengan sebat telah mancabut pedang masing-masing, yang berkilauan terkena sinar matahari pagi.

Segera juga di sekitar tempat itu ramai oleh tepuk tangan dan suara memuji, karena orang-orang kagum dengan gerakan dan kesebatan tangan ke dua pemuda itu.

Semangat ke dua pemuda tersebut terbangun dan mereka segera juga melompat dengan gesit dimana mereka telah menyerang satu dengan yang lainnya.

Gerakan yang dilakukannya sebenarnya hanya merupakan kembang ilmu pedang belaka, karena biarpun tampaknya mereka gesit dan menyerang dengan hebat, namun tidak mungkin akan dapat mencelakai lawan masing-masing.

Ko Tie yang menyaksikan cara bertanding ke dua pemuda itu, jadi tidak tertarik. Demikian juga Giok Hoa. Karena ke dua pemuda itu memang benar-benar hanya memperlihatkan permainan yang tidak berarti, cuma hendak meramaikan pesta tersebut.

Setelah lewat duapuluh jurus, ke dua pemuda itu melompat mundur memisahkan diri.

Orang tua enampuluhan tahun yang tadi telah maju pula ke depan, ia merangkapkan ke dua tangannya, kemudian katanya:

"Siapakah di antara tuan-tuan yang hendak memanaskan darah untuk main-main dengan gembira di atas panggung? Mereka merupakan anggota muda kami yang memiliki kepandaian belum berarti, karena itu, mereka telah memperlihatkan permainan ilmu yang kurang baik!"

Setelah berkata begitu, dengan sikap mempersilakan, tampak tangan orang tua itu telah diacungkan. Dia mempersilakan jika di antara tamu-tamu itu ada yang bersedia uutuk maju ke atas panggung, untuk pibu.

Tiba-tiba Ko Tie dan Giok Hoa melihat, seorang pemuda berusia hampir tigapuluh tahun telah melompat naik ke atas panggung. Gerakan tubuhnya begitu ringan waktu ke dua kakinya hinggap di atas panggung. Sama sekali tidak mengeluarkan suara dan juga mereka melihat bahwa mata pemuda itu memiliki sinar tajam.

Di kala itu terlihat pemuda itu merangkapkan ke dua tangannya memberi hormat, sambil katanya,

"Maaf, boanpwe Tie Koay Cie ingin sekali main-main untuk menambah kegembiraan. Dan siapakah di antara tuan-tuan yang bersedia menemani?!"

Terdengar suara tertawa tawar, disusul dengan melesatnya sesosok bayangan ke atas panggung.

"Aku yang rendah Wu Cie Lin ingin sekali main-main untuk menambah pengalaman!"

Dan orang itu ternyata seorang pemuda berusia duapuluh lima tahun, memakai baju di sebelah atas berwarna putih, sedangkan celananya warna coklat. Ia membawa sepasang pedang di punggungnya.

Demikianlah, ke dua pemuda itu setelah basa-basi, segera mulai bergerak.

Semua orang menyaksikan pertempuran kali ini lebih tertarik, karena ke dua pemuda yang tengah mengukur ilmu tersebut merupakan orang-orang yang jauh lebih lihay dibandingkan dengan ke dua orang anggota muda dari Ang-kie-pay.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now