Penjahat yang pingsan mulai sadar, ia merayap bangun. Dia gusar dan ingin melampiaskannya. Namun Ko Tie telah memimpin dia bangun dengan pundaknya ditepuk, sambil tertawa pemuda itu bilang:
"Tuan, harap kau jangan membuka mulutmu. Justeru sekarang adikku, belum lagi berpikir lain, cepat kau angkat kaki meninggalkan tempat ini!"
Penjahat itu batal mencaci. Semula ia memang hendak menegur, namun ia batal sendirinya dan matanya saja yang mendelik dan mulutnya tampak mengejek dengan beberapa kali bersuara,
"Hemmm!" Kemudian dia bilang kepada kawannya: "Ji-te, mari kita pergi!"
Orang yang dipanggil Ji-te itu menurut, maka sejenak kemudian mereka sudah melompat keluar dari jendela, buat menghilang di tempat gelap.
Giok Hoa segera menjatuhkan diri di kursi. Ia duduk menangis terisak. Ia agaknya sangat berduka dan penasaran.
Ko Tie menghampiri, dia mengusap-usap lembut rambut si gadis buat menghiburnya.
"Adik Hoa, apakah kau menyesalkan aku melepaskan mereka?" tanyanya sabar. "Kau jangan salah mengerti. Kau tahu, sebelum mereka menyingkir seratus tombak, mereka akan sampai di pintu kota negara iblis! Kau jangan menyesal dan penasaran, jangan bersusah hati!"
Giok Hoa mengangkat kepalanya, ia menyusut air matanya. Tiba-tiba ia tertawa.
"Aku mengerti!" katanya. "Benar-benar kau membunuh orang tanpa berdarah!"
Ko Tie tersenyum, ia bilang sungguh-sungguh: "Untuk membasmi manusia jahat, aku terpaksa berbuat demikian, karena mereka sebagai penjahat pemetik bunga, tidak pantas mereka dibiarkan hidup lebih lama lagi!"
Kemudian Ko Tie pergi ke pembaringannya buat mencabut pedangnya, dia menghunusnya:
"Kita mempelajari ilmu silat, untuk disumbangkan demi keselamatan dan kepentingan masyarakat, kita harus dapat menegakkan keadilan!" Waktu berkata seperti itu, sikapnya gagah sekali.
Menyaksikan sikap Ko Tie, Giok Hoa tampak kagum sekali, sampai gadis ini mengangguk-angguk beberapa kali.
Mereka telah melanjutkan tidur yang terganggu itu. Keesokan paginya, Ko Tie memutuskan, lebih enak melanjutkan perjalanan dengan naik kereta, karena hawa udara yang buruk dan hujan salju yang setiap saat dapat turun.
Giok Hoa menyetujuinya, dan Ko Tie memesan pelayan untuk mencarikan sebuah kereta buat mereka. Tentu saja Ko Tie menghendaki kusir yang benar-benar terampil dengan keahlian mengendalikan kereta.
Pelayan itu pergi untuk kembali dalam waktu yang cepat, ia memberitahukan: "Kereta sudah siap, apakah tuan dan nona mau berangkat sekarang?"
Ia mengawasi muda-mudi itu, yang tampan dan cantik, ia sendiri sampai heran, mengapa di dunia terdapat pasangan muda-mudi yang demikian tampan dan jelita.
Tengah dia bengong, Giok Hoa memberikan hadiah buatnya satu tail perak, sehingga pelayan itu girang bukan main, tidak hentinya ia mengucapkan terima kasih.
Giok Hoa membereskan buntalannya yang kemudian disuruhnya pelayan itu membawa ke kereta. Ko Tie sendiri telah membawa buntalannya. Berdua mereka melangkah keluar dari rumah penginapan tersebut setelah membereskan pembayaran uang sewa kamar.
Di muka rumah penginapan tampak kereta yang dipesan, yang tendanya berwarna hitam dan keledainya empat ekor. Tampaknya keempat ekor keledai itu adalah binatang pilihan semua.
Tukang keretanya dua orang. Mereka tampaknya sehat dan kuat, sebagai kusir yang pandai. Juga tampaknya mereka seperti orang asal Utara, mereka bertubuh tinggi besar. Tangan mereka masing-masing mencekal cambuk.
YOU ARE READING
Anak Rajawali
AventuraLanjutan "Beruang Salju". *note : Jilid kelipatan 5 di cinkeng ini cayhe private, hanya follower yg dpt membacanya. Kamsia