Jilid 189

528 17 0
                                    

Tapi Ang Lotoa tidak melayani kata-kata tabib itu, karena dia telah membawa tabib tersebut ke dalam rumahnya, memberitahukan di mana Ko Tie berada.

"Tunggu dulu!" kata tabib itu kemudian.

"Apalagi?!" tanya Ang Lotoa melihat tabib itu bukannya memeriksa Ko Tie, malah telah berdiri dengan tegak.

"Bukankah telah kukatakan tadi, bahwa aku meminta pembayaran sebesar seratus tail?" Kata tabib itu.

Ang Lotoa jadi mendongkol.

"Sin-se, apakah Sin-se beranggapan bahwa kami ini terlalu miskin sehingga tidak memiliki kemampuan buat membayar ongkos pengobatan itu? Apakah memang Sin-se tidak mempercayai kami?" tanya Ang Lotoa dalam keadaan gusar dan mendongkol.

Sebab keadaan Ko Tie sudah demikian parah, akan tetapi tabib itu bukannya segera menolonginya, malah membicarakan soal tetek bengek. Karena itu, Ang Lotoa sesungguhnya hendak memaki tabib tersebut.

Di waktu itu tampak tabib tersebut mengulap-ulapkan tangannya. Dia bilang: "Bukan begitu. Kalian jangan marah dulu! Dengarkan dulu kata-kataku.....!

"Sudah menjadi kebiasaanku, bahwa sebelum aku mengobati si sakit, maka aku harus menerima dulu uangnya! Ini sudah menjadi peraturanku dan tidak bisa ditawar menawar.

Ang Lotoa dan kawan-kawannya jadi bimbang. Tapi Mereka yakin, walaupun tabib itu gagal mengobati Ko Tie, tidak mungkin tabib itu bisa melarikan uang mereka. Bukankah mereka berjumlah banyak? Maka sibuklah mereka pada pulang ke rumah masing-masing buat mengambil uang.

Setelah uang itu dikumpulkan, dan jumlahnya genap 100 tail, lalu diberikan kepada si tabib.

Demikian telitinya tabib itu, karena dia segera menghitungnya dengan baik.

Barulah dia memasukkan ke dalam sakunya setelah menghitung bahwa jumlah yang diterimanya itu seratus tail.

"Baiklah! Kalian telah membayar kepadaku ongkos pengobatan, dan aku harus berusaha sekuat kemampuanku buat mengobati kawan kalian itu! Ayo tunjukkan, di mana beradanya kawanmu itu!" kata tabib tersebut.

Ang Lotoa menuntun tabib itu mendekati pembaringan.

Waktu itu Ko Tie masih dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri, dan tabib itu telah mengulurkan tangannya perlahan-lahan. Dia merabah-rabah tubuh Ko Tie.

Tapi setelah merabah-rabah sekian lama, tiba-tiba dia berseru nyaring, seakan juga tabib itu terkejut.

"Ihhh, lukanya begitu berat dan parah sekali?!" kata tabib tersebut dengan suara yang mengandung kekuatiran.

Ang Lotoa mendongkol bukan main.

"Bukankah Sin-se sendiri yang mengatakan luka dan penyakit yang berat bagaimana pun juga engkau akan sanggup buat mengobatinya!" katanya.

Tabib itu telah tersenyum, wajahnya telah pulih sebagaimana biasa, dia juga mengangguk-anggukkan kepalanya, tenang kembali sikapnya.

"Ya, ya...... memang luka dan penyakit yang bagaimana berat sekalipun aku pasti akan dapat menyembuhkannya...... kalian tidak perlu kuatir. Hanya saja tadi aku terkejut sekali setelah mengetahui bahwa kawan kalian ini terluka demikian parah, karena jika memang dalam dua hari dia tidak diobati dengan baik dan benar, niscaya dia akan mati......!"

Ang Lotoa mengangguk-angguk, berkurang perasaan mendongkolnya. Demikian juga halnya dengan para penduduk kampung lainnya.

Jika sebelumnya mereka kurang mempercayai bahwa tabib itu memiliki ilmu pengobatan yang lihay dan ampuh. Sekarang justeru mereka mulai mempercayainya bahwa memang tabib itu memiliki pengetahuan yang sangat luas sekali dalam ilmu pengobatan.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now