Jilid 100

477 17 0
                                    

Dilihatnya betapa ke dua sosok tubuh itu masih bergerak-gerak dengan lincah dan sama gesitnya, malah setelah memperhatikan sekian lama, dia melihat jelas, yang wanita merupakan seorang nenek tua berusia enam puluh tahun lebih, dengan baju berwarna kuning dan gaun berwarna ungu.

Dia bertangan kosong, hanya saja sepasang tangannya itu justeru sangat liehay sekali, mengandung kekuatan yang menakjubkan. Biarpun dia tidak mencekal senjata tajam, sama sekali dia tidak terdesak oleh serangan senjata lawannya.

Yang lelaki merupakan seorang kakek tua berusia antara enampuluh lima tahun dengan kumis dan jenggot yang telah memutih seluruhnya senjatanya bambu hijau yang lihay itu, mendengung-dengung menyambar hebat sekali kepada lawannya. Pakaiannya penuh tambalan, dan dilihat keadaannya ia adalah seorang pengemis tua.

Ko Tie semakin heran. "Tentu pengemis tua itu adalah seorang tokoh Kay-pang? Lalu mengapa dia bisa muncul di tempat ini dan bentrok dengan si nenek. Siapakah mereka berdua sebenarnya? Sungguh mengherankan jika melihat kepandaian mereka, tampaknya ke dua orang itu bukan orang sembarangan, karena kepandaian mereka sangat tinggi sekali!"

Tengah Ko Tie berpikir seperti itu, terdengar pengemis tua itu berseru nyaring: "Sekarang hati-hatilah kau menjaga seranganku, aku jamin dalam sepuluh jurus engkau akan dapat dirubuhkan!"

Dan tongkat hijaunya itu berkelebat-kelebat sangat cepat sekali. Dia menyerang dengan rangsekan yang gencar, sehingga tongkat bambu hijaunya itu menderu-deru, seperti juga berobah menjadi puluhan batang dan mengelilingi si nenek tua.

Dengan demikian membuat si nenek jadi sibuk sekali menghindari diri dari serangan tongkat lawannya yang menyerangnya dengan jurus-jurus yang mengalami perobahan semakin hebat. Karena dari itu si nenek tua tersebut telah mengempos semangat dan tenaganya lebih kuat, dia menghadapinya dengan gagah. Walaupun demikian, jelas oleh Ko Tie, betapa nenek tua itu mulai terdesak, sehingga dia lebih banyak diserang oleh si pengemis tua itu, di samping itu kesempatan dia balas menyerang jarang sekali.

Ko Tie mengerut alisnya, dia berpikir ingin memberitahukan kepada gurunya apa yang disaksikannya ini, namun dia batal sendirinya karena dia tertarik sekali buat menyaksikan lebih jauh ke dua orang itu bertempur.

Jika memang dia pergi memberitahukan kepada gurunya, dikuatirkannya ke dua orang itu akan pergi dan menyudahi pertempurannya sehingga Ko Tie tidak bisa menyaksikan pertandingan yang menarik hati itu.

Di waktu itu si nenek setelah beberapa kali berkelit, cepat bukan main dia melompat mundur, katanya dengan suara mendesis kejam:

"Baik! Baik! Aku Cek Tian akan memperlihatkan, bahwa sesungguhnya bukan sebangsa manusia yang mudah diperhina. Aku akan membuktikan pula, bahwa engkau sama sekali tidak memiliki kepandaian yang berarti!"

Setelah berkata begitu, si nenek Cek Tian, telah melompat maju, tahu-tahu tubuhnya jungkir balik, kepala di bawah dengan sepasang kaki di atas. Diapun menghantam dengan kedua telapak tangannya di mana dia memiliki kesempatan tubuhnya itu berputar-putar.

Cara bertempur si nenek tua Cek Tian yang terbalik kepala di bawah dan kaki di atas, membuat lawannya jadi bingung juga, karena setiap serangannya jadi terbalik! Jika dia mengincar jalan darah yang mematikan di dada si nenek tua itu, tentu yang akhirnya diincar ujung tongkatnya adalah jalan darah lain di kakinya, dengan demikian agak bingung juga kakek pengemis tersebut. Dia sementara ragu-ragu buat merangsek, dia memperlahankan gerakan tongkatnya, sambil mengawasi tubuh lawannya yang masih berputar-putar dengan kepala di bawah dan sepasang kaki di atas.

Di kala itu, Cek Tian, wanita tua itu tertawa, dia justeru merangsek terus. Karena tubuhnya terbalik dengan kepala di bawah dan sepasang kaki yang di atas, membuat dia jadi bisa main di bawah, menyerang bagian-bagian mematikan dan berbahaya di anggota tubuh sebelah bawah dari pengemis itu. Juga tubuhnya yang berputar-putar seperti gangsing itu sempat membuat pengemis tua tersebut menjadi bingung.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now