Jilid 198

646 17 0
                                        

Malam itu, udara tidak begitu cerah, tapi juga tidak turun hujan. Sekeliling jalan yang dilalui Giok Hoa gelap pekat, karena rembulan terhalang awan. Di pinggir kiri kanan dari jalan itu terdapat pohon-pohon yang tumbuh cukup lebat.

Ketika Giok Hoa tengah enak-enaknya berjalan, tiba-tiba dia mendengar suara sesuatu.

Suara mendengus. Seperti seseorang yang tengah keletihan telah berlari jauh. Suara mendengus itu yang demikian mendesah memburu, didengarnya berasal dari sebelah kanannya, dari gerombolan pohon yang lebat.

Muka Giok Hoa berobah, hatinya tercekat dan dia segera berwaspada karena menduga ia akan menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan.

Suara mendengus itu masih juga didengarnya. Giok Hoa memperhatikannya.

Mendadak, dari sebelah kanannya berkelebat sesosok bayangan yang gesit sekali, kekuning-kuningan.

Dalam keadaan gelap seperti itu, gerakan sosok tubuh itu memang sulit sekali buat dilihat dengan jelas.

Sosok bayangan kuning pun telah menerjang akan menerkam Giok Hoa.

Untung saja memang Giok Hoa sejak tadi telah berwaspada, sehingga dia tidak kena diterjang oleh sosok bayangan kuning tersebut.

Cepat sekali Giok Hoa mengelak dari tubrukan sosok bayangan kuning itu. Tapi sosok bayangan kuning tersebut, yang telah menubruk tempat kosong, mengerang perlahan, dan menerjang lagi kepada Giok Hoa lebih cepat.

Giok Hoa mengeluarkan seruan tertahan. Karena mendengar erangan perlahan dari sosok bayangan kuning tersebut. Ia menduga tentunya yang menerjang dirinya adalah seekor binatang buas.

Ketika makluk berwarna kuning itu menubruknya buat ke tiga kalinya, sekali ini Giok Hoa tidak berkelit.

Dengan diam-diam dia telah mengerahkan tenaga dalamnya, ia menyampoknya kuat sekali.

"Dukkkk!" tangan Giok Hoa menghantam sosok tubuh itu.

Terdengar suara pekik yang aneh. Dan mendengar suara pekik tersebut, Giok Hoa kaget.

Itulah suara seekor kera.

Giok Hoa membuka matanya lebar-lebar. Benar saja, yang ada di depannya adalah seekor kera. Kera yang berbulu kuning setinggi manusia dewasa, mengerikan sekali keadaannya.

Giok Hoa segera berpikir. Entah apa maunya kera ini, dan dilihat berulang kali ia menerjang dan menubruknya, jelas dia merupakan binatang yang buas dan bermaksud untuk menjadikan Giok Hoa sebagai korbannya.

Giok Hoa pun telah mengambil keputusan bahwa ia tidak akan segan menurunkan tangan keras kepada binatang ini, jika saja binatang ini tidak segera menyingkir.

Apa yang diduga oleh Giok Hoa memang tepat. Karena kera bulu kuning itu diiringi dengan pekiknya yang menyeramkan, telah melompat lagi.

Gerakan tubuhnya begitu cepat dan gesit sekali, di mana dia telah menerjang kepada Giok Hoa diiringi erangan dan sepasang tangan yang diulurkannya.

Kera ini bergerak jauh lebih cepat dari sebelumnya, karena tubuhnya itu telah bergerak begitu lincah dan juga sepasang tangannya terulurkan panjang sekali dengan ke sepuluh jari tangannya terpentang lebar bermaksud rupanya hendak mencengkeram Giok Hoa.

Giok Hoa tidak bisa berpikir lebih lama lagi, begitu kera tersebut menubruknya segera dia memasang kuda-kudanya. Ketika kera bulu kuning itu menerjang telah dekat, cepat sekali dia menghantam dengan sepasang tangannya.

"Bukkk, bukkk!" Dua kali terdengar suara tubuh kera itu dihantam oleh pukulan tangan Giok Hoa.

Terdengar pekik kesakitan kera tersebut, malah kera itu telah melompat ke belakang. Dia tidak menerjang lagi, karena tampaknya kera tersebut, yang meringis kesakitan dan mengeluarkan pekiknya berulang kali, tidak berani untuk menyerbu lagi menerjang Giok Hoa. Dia rupanya memang mengetahui bahwa dirinya tengah menghadapi calon korban yang bukan sembarangan.

Anak RajawaliTempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang