Jilid 16

1K 20 0
                                    

Dengan ke dua telapak tangan yang digerakkannya pulang pergi seperti itu, membuat angin yang berkesiuran pun sangat kuat sekali. Semakin lama semakin kering dan kuat bagaikan hembusan angin di gurun pasir. Dan keringat di tubuh See-bun semakin deras mengucur keluar, dia seperti juga dimasukkan ke dalam perapian dan terpanggang panasnya angin serangan Tong-ling yang begitu kering.

Lam-siong pun tidak tinggal diam. Dia telah memilih sehelai daun teratai di dekat See-bun, kemudian ikut pula buat mengerahkan kekuatan tenaga dalam dan hawa murninya, sepasang tangannya itu bergerak-gerak dengan lincah juga. Namun berbeda dengan angin serangan Tong-ling yang kering dan tandus, seperti api perapian, dia telah menyerang dengan serangan yang dingin seperti es.

Dengan begitu, hawa angin serangan yang memiliki sifat-sifat berlawanan membuat See-bun menerima tindihan yang kurang menggembirakan.

Pak-kiang sendiri, yang tidak menerima serangan langsung merasakan tubuhnya seperti dibakar oleh api gurun yang tandus dan dinginnya es di kutub.

Begitulah, ke empat orang aneh itu tengah mengadu kepandaian mereka, sedangkan Hok An yang berdiam di tempatnya berdiri terpaku memandang takjub atas semua peristiwa yang dapat disaksikannya itu.

Dengan ke empat orang itu mengadu kekuatan tenaga dalam, maka keadaan di sekitar tempat itu hanya terdengar suara "srrr, wuttt, derrr" dari suara angin serangan tenaga dalam ke empat orang itu.

Angin pukulan itu juga merupakan angin yang cukup kuat menggoncangkan permukaan air empang yang jadi bergerak-gerak.

Dari sebelah selatan empang itu, tiba-tiba tampak mendatangi seorang lelaki berusia masih muda sekali, baru berumur duapuluh tiga atau duapuluh empat tahun, mengenakan pakaian pelajar berwarna putih, dengan kopiah Siauw-yau-kin nya yang berwarna putih, dan sepatunya pun berwarna putih. Sambil melangkah perlahan-lahan, dia menggoyang-goyangkan kipasnya, yang juga berwarna putih, hanya saja terdapat lukisan yang terdiri dari warna merah dan hijau serta kuning, warna-warna yang tampak manis dalam keadaan serba putih di dekatnya seperti itu. Sikap pelajar itu tenang sekali, dia sambil mengipas dan melangkah seperti juga seorang yang benar-benar tengah kesima menikmati keindahan di sekitar tempat itu.

Hok An mengawasi pelajar itu, dia tidak kenal, dan tidak mengetahui entah siapa pelajar itu. Hok An hanya menduga tentunya pelajar ini tentunya tengah pesiar di tempat tersebut.

Cepat-cepat Hok An menjejakan ke dua kakinya, tubuhnya melompat ke dekat pelajar itu.

Pelajar itu terkejut, dia mundur dua langkah ke belakang sambil melipat dan menutup kipasnya.

"Jangan lewat di tempat ini, lebih baik kau kembali saja!" kata Hok An sambil menunjuk ke tengah empang itu. "Lihatlah, di sana tengah ada orang yang sedang bertempur!"

Pemuda pelajar itu tidak bilang suatu apapun juga, dia hanya mementang matanya lebar-lebar menoleh memandang ke tengah empang, sampai dia bisa melihat See-bun berempat dengan Pak-kiang, Tong-ling dan Lam-siong tengah saling mengadu kekuatan.

"Ihhh!" pemuda itu mengeluarkan suara tertahan.

"Benar-benar menakjubkan, seperti juga tengah menyaksikan sebuah peristiwa di dalam dongeng saja! Sungguh menarik! Sungguh menarik!"

Melihat pemuda pelajar itu seperti seorang yang tolol dan tidak mengenal bahaya yang bisa mengancam dirinya, Hok An jadi banting-banting kakinya, katanya: "Kau jangan berayal lagi, jika nanti mereka telah selesai bertempur dan juga kalau saja mereka hendak mengganggumu, niscaya engkau akan memperoleh kesukaran yang tidak kecil..... cepat kau pergi meninggalkan tempat ini..... jangan berayal.....!"

Pelajar itu melihat Hok An sibuk demikian rupa, telah membuka matanya lebar-lebar menatap Hok An, kemudian dia membuka lipatan kipasnya, dia tertawa, katanya sambil mengipas perlahan-lahan.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now