Jilid 69

885 21 0
                                    

"Sekarang yang masih kurang adalah tenaga dalam juga latihan, kau masih kurang pengalaman itu saja! Tadi waktu aku menjepit pedangmu, jika memang engkau telah melatih lweekangmu dengan baik, engkau dapat menggetarkan pedang itu, kemudian membarengi dengan itu engkau baru melompat buat menghantam. Dengan demikian lawanmu jangan harap dapat menjepit terus pedangmu itu......!"

Mendengar nasehat gurunya, Giok Hoa mendengatkan baik-baiks ambil berulang kali mengiyakan.

Banyak yang diberitahukan nona Yo kepada muridnya, dan setelah itu mereka berdua guru dan murid telah kembali ke tempat mereka, sebuah rumah kayu yang dibangun sederhana sekali, namun sangat bersih.

Di dalam rumah itulah nona Yo telah menurunkan lagi beberapa jurus simpanannya yang merupakan kepandaian tertinggi. Karena tadi dia telah menguji Giok Hoa dan memperoleh kenyataan muridnya telah bisa menerima pelajaran tertinggi itu, di mana Giok Hoa telah memiliki lweekang yang kuat dan kepandaian yang lumayan.

Memang jika kepandaian tertinggi itu diwarisi oleh nona Yo kepada Giok Hoa dalam keadaan gadis itu belum siap, bukan saja Giok Hoa tidak akan berhasil untuk mempelajari jurus-jurus tertinggi itu, malah akan membahayakan dirinya sendiri, di mana latihan lweekangnya akan terganggu.

Giok Hoa pun tambah gembira, dengan giat dan tekun dia telah mempelajari ilmu dari jurus-jurus tertinggi kepandaian gurunya itu. Dengan demikian dalam beberapa bulan saja Giok Hoa telah semakin hebat, memiliki kepandaian yang semakin tinggi dan jarang ada orang yang bisa merubuhkannya dengan mudah!

◄Y►

Terpisah beberapa puluh lie dari gunung Heng-san sebelah barat terdapat sebuah perkampungan yang tidak begitu besar, penduduknya pun tidak banyak, itulah perkampungan Su-ciang. Dan penduduk kampung tersebut umumnya memiliki pekerjaan sebagai pemburu, karena mereka lebih banyak pergi berburu untuk nanti hasil buruan mereka dijual dan uangnya dipergunakan untuk melewati hari-hari bersama keluarganya masing-masing. Hanya satu dua orang penduduk saja yang mengusahakan tanah pertanian.

Perkampungan yang tidak begitu besar dan juga penduduknya yang tidak terlalu padat, setiap hari tampak tenang. Dan juga, jarang sekali terjadi kerusuhan di situ. Karena jumlah penduduknya yang sedikit, satu dengan yang lainnya sesama tetangga bagaikan sanak famili sendiri. Mereka selalu melakukan dan memutuskan sesuatu secara kekeluargaan.

Pada pagi itu, tampak beberapa puluh orang pemuda bertubuh tegap, telah berangkat meninggalkan kampung mereka, untuk pergi berburu. Dan juga tampak bahwa mereka bernyanyi-nyanyi dengan riang.

Di antara mereka terdapat dua atau tiga orang laki-laki setengah baya, yang akan ikut berburu.

Di dalam kampung itu hanya tertinggal wanita, anak-anak dan orang-orang yang sudah lanjut. Karena jauh dari keramaian, kebutuhan mereka untuk melewati hari pun tidak terlalu banyak. Itulah berburu mereka anggap disamping sebagai mata pencarian mereka untuk memiliki penghasilan, pun sebagai kegemaran juga.

Mendekati matahari naik tinggi, waktu itulah tampak seorang penunggang kuda berwarna putih, tengah mencongklang mendatangi kampung itu. Orang yang duduk di punggung kuda itupun mengenakan baju putih, dilihat sepintas lalu, dialah seorang pelajar yang tenang dan sabar.

Dia seorang pemuda yang berparas tampan, berusia baru duapuluh tahun. Tampak dia telah melompat turun dari kudanya itu, waktu tiba di mulut kampung, dia telah memandang sekitarnya.

Pemuda ini jelas memiliki kepandaian ilmu silat, walaupun dia berpakaian sebagai seorang pelajar. Semua itu terlihat bukan dari bentuk tubuhnya yang memang agak tegap. Tetapi justeru dari langkah kakinya yang sangat ringan sekali, sehingga tadi waktu dia melompat turun dari kudanya, seperti juga tidakmenimbulkan suarasama sekali.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now