Jilid 134

617 15 0
                                    

Di depan rombongan itu, perjalanan mulai tidak rata. Di kiri dan di kanan, lebat dengan pohon-pohon. Maka mulailah, mereka merasakan sukarnya.

Dengan adanya bukit-bukit di kedua sisi, artinya mereka tengah jalan di selat atau lembah. Di antara pohon-pohon cema¬ra pun terdengar suara angin keras.

"Tidak jauh lagi ialah selat Gin-kang-kiap!" kata Giok Hoa perlahan, tanpa menoleh.

Belum lagi berhenti suara si gadis, di belakang mereka mendadak terdengar derapnya beberapa ekor kuda, sebentar saja kereta-kereta piauw dilewatkan.

Mana mereka itu dapat dikenali sebagai lima orang yang tadi mereka jumpakan di rumah penginapan. Mereka itu mem¬bunyikan cambuk mereka berulang kali dan berseru seru juga dengan suara yang nyaring.

Rupanya mereka tengah mengeluarkan gertak¬an mereka, untuk meruntuhkan semangat dari para orang piauw tersebut. agar mereka itu lenyap keberaniannya.......!"

Tidak jauh mereka berlima melewati rombongan kereta piauw, lalu mereka menghentikan kuda mereka, terus mereka memutar kuda masing-masing, dan lari kembali, memapak kepada rombongan piauw tersebut dengan cepat.

"Mereka menyebalkan!" kata Giok Hoa sengit, dan muak oleh sikap ke lima orang itu. "Mereka harus diberi rasa!"

Ketika ke lima orang penunggang kuda itu sampai di depan kereta keledai, mendadak yang seorang berseru dengan suara yang nyaring sekali:

"Eh, aneh! Mengherankan sekali!" segera ia menahan kudanya, diikuti oleh ke empat orang kawannya. Lantas juga dia menambahkannya: "Bukankah tadi kita melihat seorang nona manis? Mengapa sekarang dia salin rupa?"

Kata-kata orang itu disarukan bentakan nyaring, tapi halus. Mendadak mereka berlima rubuh dari kuda mereka, dengan masing-masing menutup mata mereka berkoseran berkelojotan di tanah.

Dari antara jari-jari tangan mereka lantas terlihat mengalirnya cairan merah. Dan ke lima orang itupun segera menjerit-jerit teraduh-aduh hebat sekali menyayatkan hati......

Di atas keretanya, Giok Hoa tertawa dingin dan berkata: "Nona kalian masih baik budi, maka dia membiarkan jiwamu masih hidup! Kusir! Jalankan terus kereta kita!"

Kereta itu berhenti dengan tiba-tiba sebab ke lima penunggang kuda berhenti. Sementara itu Giok Hoa sudah mempersiapkan belasan batang jarumnya.

Ia benci keceriwisan dan ketengikkan sikap ke lima ouang tersebut, maka ia menimpuk sebelum orang menutup rapat mulutnya, maka mata mereka kena tertusuk jarum. Saking sakitnya, mereka terguling jatuh dan bergulingan di tanah sambil berteriak-teriak kesakitan dengan suara raungan yang menyayatkan.

Tong Teng Bun dan Sun Kiam lari balik dengan kuda mereka yang dilarikan dengan cepat. Ketika mereka melihat ke lima penunggang kuda itu, yang sikapnya mencurigakan, menghentikan kudanya di dekat kereta Ko Tie. Mereka jadi berkuatir sekali.

Ketika mereka menyaksikan kesudahannya, walaupun mereka berkasihan, mereka tidak bilang apa-apa. Cuma si piauw-su tua menghaturkan terima kasih, lalu ia mengajak kawannya lari pula ke depan.

Rombongan kereta berjalan terus seperti juga tidak pernah terjadi sesuatu peristiwa. Lewat empat atau lie, kembali terdengar suara berisik di sebelah belakang.

Kali ini yang muncul belasan penunggang kuda di antaranya ada yang membawa ke lima penunggang kuda tadi. Ketika mereka tiba di sisi ketua piauw-kiok, ialah seorang di antara mereka berkata dengan suara yang keras:

"Tua bangka she Tong, di depan kau nanti saksikan sesuatu yang bagus dilihat!" Terus mereka melarikan kuda mereka dengan cepat.

Tong Teng Bun tidak melayani bicara bentakan orang itu. Ia hanya menjalankan kudanya terus.

Anak RajawaliWhere stories live. Discover now