Octagon 2 - 63 : Hari Tanggal 2 Februari Pt. 4

421 46 41
                                    

Mencoba melewati orang-orang yang tengah fokus menonton, Hongjoong dan Mingi agak menunduk beberapa kali. Untuk bisa mencapai kursi mereka di posisi yang dekat dengan atas, namun sejajar tengah. Di tengah sebuah pertunjukkan, yang dilakukan di tempat yang sama seperti showcase mereka kemarin, hanya berbeda hall.

Pertunjukan mungkin sudah setengah perjalanan.

Hongjoong dan Mingi memang terlambat, dan kebetulan, ketika mereka datang, sedang bukan bagian dari Seonghwa sama sekali.

Sehingga mereka menunggu, sampai akhirnya panggung dikosongkan, berganti adegan, dan masuklah sosok yang ditunggu.

"Tampaknya di sini, aku dikhianati."

Terlihat, Seonghwa memulai narasinya seorang diri, sampai kemudian, seseorang datang bersama dengan pedangnya, dari sisi lainnya.

Walau berpakaian lengkap seperti pangeran zaman dahulu dan memiliki riasan wajah, Hongjoong sudah hapal, bahwa itu adalah Lino.

"Roosevelt." Lino berhenti sekitar dua meter di hadapan Seonghwa. Menumpu ujung pedangnya pada lantai, menatapnya lekat. "Tak pernah menjadi niat pertamaku untuk mengkhianatimu. Murni, kedatanganku adalah untuk bersahabat denganmu."

Tetapi Seonghwa, menggelengkan kepalanya, menahan luka di dada—dari permainan perannya. "Kau datang seolah memberi harapan."

"Tapi, seluruh bangsa membenci Bangsa Es, tempat kelahiranmu." Lino membalasnya, sembari kemudian mengulurkan tangannya. "Tidak ada yang menyuruhmu melupakan masa lalu, tapi kau bisa keluar dari masa lalu. Kemari. Pergilah bersamaku."

"Tidak."

"Untuk apa bertahan di Bangsa Es? Bangsa Es tengah menghadapi kehancuran!"

Saat itu, Seonghwa mengeluarkan pedangnya sendiri dari balik punggung. "Semua karena perbuatanmu."

"Aku hanya menyayangkan, kau tetap memilih tempat kelahiranmu." Mau tak mau, Lino sendiri mengangkat pedangnya, untuk bersiap melawan. "Padahal, dunia akan lebih indah, saat Bangsa Es telah musnah."

"Kau takkan bisa menghasutku, Leo." Seonghwa mengambil kuda-kuda dengan pedangnya. "Ragaku, jiwaku dan hatiku, tetapi milik Bangsa Es; rumahku yang sesungguhnya."

Lino menggelengkan kepala, dengan tatapan menyesal. "Kau akan menyesali ini, Roosevelt. Mungkin tak sekarang, tapi suatu hari nanti."

"Maka buat aku tak menyesal," Seonghwa menatap tajam, "dengan membunuhmu."

Di bangku penonton itu, Mingi melirik ke arah Hongjoong yang benar-benar fokus untuk menonton pertunjukan. Sama sekali tak teralihkan, barang sedikitpun.

Hal itu membuat Mingi menyadari sesuatu.

Dirinya dan Hongjoong takkan pergi kemana-mana. Satu ciuman itu takkan menjadikan hubungan ini apapun.

Mingi tetap seseorang yang rela dimanfaatkan olehnya, hanya karena, dirinya telah terlalu menaruh kesan kagum padanya.

Semua tak berubah, walau Mingi kini bergelung dalam rasa sakit.

Ketika Mingi memilih untuk beranjak—dengan niat pergi ke toilet—Hongjoong langsung menahan tangannya. Tanpa melirik, tetapi mendapati pergerakannya.

Mingi hendak bertanya.

Hanya saja, Hongjoong berucap lebih dulu, "gak nutup kemungkinan, ada anak lingkaran dalam di sini."

Saat itu Mingi menjadi membeku.

Sedangkan Hongjoong melanjutkan. "Jangan sampai kejadian dulu keulang."

Tentang Arin.

Yang Hongjoong maksudkan tentang Arin.

Karena, dari diri Hongjoong yang sudah tahu kebenaran tentang Arin, semua hal tampak sangat menyiksa baginya. Terasa sangat mengekang, sampai Hongjoong mungkin mampu kehilangan napas.

✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang