Octagon 2 - 159 : Penundaan

321 43 63
                                    

"Jadi, apa niat Anda yang sebenarnya mengundang saya sekarang, di sini?"

Sama sekali, Hongjoong enggan untuk menyentuh santapannya, walau saat itu, sudah menit berlalu dari datangnya. Tak ada sedikitpun keinginannya untuk makan; seorang Sarga Sadewa duduk sangat dekat dengannya. Seseorang yang sangat sulit ditemui, bahkan oleh anak-anak mereka. Sekarang berada di dekatnya, seolah Hongjoong tengah membayar mimpi dari Kaliangga—kakak dari Nagyung—yang sebelum meninggal diinginkannya.

Sarga tertawa kecil, sembari dirinya mengurungkan niat untuk memotong daging steaknya, hanya untuk melihat ke arah Hongjoong kemudian. "Saya rasa kamu bukan seseorang yang tidak tau etika."

"Kebetulan, itu tergantung orangnya." Kala itu, Hongjoong memberikan senyumannya. "Seharusnya Anda lebih dahulu mengajarkan anak Anda; yang paling terakhir. Sepertinya tak tahu etika sama sekali."

"Begitu?" Sarga memilih untuk kembali memotong, agar bisa menyuapkan ke dalam mulutnya sendiri. Sarga kemudian mengunyah pelan, dan mengangguk. "Sebenarnya saya tak akan mengelak; anak itu, memang tak tau etika."

"Jadi Anda mengakui bahwa Anda tak bisa mendidik?"

"Ayah Anda bisa?" Sarga membalasnya dengan memberikan mimik wajah penasaran. "Karena bagi saya, jika saya gagal, saya punya dua lainnya yang selama ini selalu membanggakan. Ayah Anda? Hanya satu?"

Hongjoong bisa menangkapnya, benar-benar tak menganggap anak sebagai manusia, melainkan hanya alat. Benda, untuk memuaskan nafsu, yang jika rusak, bisa dibuang.

"Ah, dua, ya?" tanya Sarga, sebelum tersenyum padanya. "Cecilia, namanya. Nama yang cantik."

Agaknya Hongjoong perlahan menyentuh pisaunya sendiri.

Sarga meliriknya, tetapi hanya mempertahankan senyumannya. "Kamu tau bahwa Cecilia memiliki seorang kakak laki-laki? Selain kamu?"

Kedua pasang mata itu saling bertatapan; saling membaca.

Di sanalah, Sarga kembali terkekeh kecil, untuk mengambil suapan lainnya. "Ah, kamu tau rupanya."

Hongjoong mengusap pangkal pisaunya dengan tangan kanan, dan tangan kirinya mulai menyentuh garpu. Lalu Hongjoong mengangguk, tersenyum lagi, dan mulai melirik ke arah piringnya sendiri. "Anda tau banyak sekali, ya."

"Kamu sendiri?" Sarga memilih untuk menaruh kedua tangan di atas meja, berhenti dengan makannya, untuk mengatakannya. "Tahu bahwa saya ini, terlibat, dengan masa-masa kamu dahulu, bukan?"

Hongjoong menghentikan pergerakannya.

Selagi Sarga, mengatakannya kemudian. "Kamu tau, saya dan Prananto memiliki satu kesamaan, yang takkan bisa dihindari, sekuat apapun itu?"

Tak ada jawaban dari Hongjoong, yang menatapnya lekat, pun tajam.

Tampaknya, Sarga menyukainya. Sampai membuatnya mendekatkan wajah menuju Hongjoong, dan mengangguk kecil. "Kami berdua, meniduri perempuan yang sama, di luar pernikahan, sampai hamil dan melahirkan, ya?"

Hongjoong kesulitan untuk menahan diri, tak menggertak giginya.

Sedangkan Sarga, agak mengangkat satu alisnya. "Perbedaannya; satu masih hidup, satu lagi tinggal nama."

Namun Hongjoong tetap menahan diri, walau harus menunduk sesaat, untuk menggigit lidahnya sendiri—menariknya ke akal sehatnya. Mungkin, Hongjoong membutuhkan cukup lama—sekitar lima detik—dari pada ia yang biasanya. Lalu Hongjoong mengangkat lagi wajahnya, untuk tersenyum, tetapi langsung luntur melihat Sarga justru tengah memperhatikannya dengan senyuman juga, tapi ekspresi yang sulit dibaca.

✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang