Octagon 2 - 172 : Pengawal dan Kesatria Pt. 4

343 46 103
                                    

Ini pertama kalinya bagi San.

Bukan untuk menyebrang pulau, namun untuk naik ke kapal besar, beserta mobil yang ikut naik juga dari pelabuhan. Di mana beruntung mereka tiba sekitar setengah jam sebelum keberangkatan dan masih memiliki ruang untuk mengikuti perjalanan.

Di hari yang mulai gelap tersebut, San tak jauh-jauh dari Hajoon—tentu saja, ia tak benar-benar tahu di mana dirinya sekarang, selain mereka tengah masuk ke perairan lebih dalam.

Sehingga San hanya berdiri menatap ke arah lautan, di mana Hajoon memintanya menunggu sesaat, sebelum kemudian tiba di sampingnya.

Hajoon memberikannya segelas—dari gelas kertas—sebuah teh panas, yang San terima perlahan sembari bergumam terima kasih.

"Kita makan malam setelah sampai tengah saja." Hajoon mengatakannya. "Takut kamu muntah jika sekarang."

Tetapi San menggeleng tak enak. "Saya baru makan dan mungkin Kak Hajoon yang harus makan sekarang karena sejak tadi menyet—"

"Sebenarnya saya ini terlalu tua untuk dipanggil kakak oleh kamu." Hajoon memotong, untuk menatap lurus ke depan sembari memasukan kedua tangan ke dalam coat-nya. "Tapi saya juga terlalu muda untuk dipanggil paman oleh kamu."

"Saya gak masalah sih..." San agak meringis sebelum tersenyum tipis dan ikut menatap ke depan, sembari menggenggam gelasnya. Membiarkan angin laut itu menerpa tubuhnya. "Saya gak tau rasanya karena sejak dahulu, keluarga saya gak punya sanak saudara. Saya gak pernah punya kakek atau nenek. Sepupu. Om atau tante. Siapapun."

Hajoon mendengarkannya dalam diam, walau sudah tahu sebagian.

"Keluarga saya memisahkan diri, sejak saya kecil." Senyuman San berubah menjadi getir. "Jadi mungkin... bagian tentang kesepian itu benar adanya, tapi saya hanya mencoba tidak merasakannya. Sedikit pun."

Dengan mengerti, Hajoon mengangguk.

Hanya dibantu dari sedikitnya cahaya matahari tersisa, Hajoon mulai menunjuk ke dua arah, secara bergantian. Agak jauh, bahkan agak tak terlihat. Namun San mencoba mengikutinya.

"Pulau Berlian, tempat shooting The Overload nanti, berada di kiri. Perjalanannya sekitar satu jam dengan kapal ini." Hajoon menjelaskannya. "Pulau yang akan kita tuju, ada di kanan. Kurang lebih satu jam juga, walau sebenarnya agak lebih jauh."

San mengangguk sembari mencoba meminum tehnya.

Hajoon melirik, untuknya tersadar akan sesuatu. "Saya sudah minta kamu bawa jaket tebal."

"Ah..." San agak berbisik tak enak. "Ada di mobil... dengan tas saya."

Sembari menghela napasnya, Hajoon pun mulai melepaskan coat yang dikenakannya.

Tampak San mencoba menebak, tetapi tak ingin mendahului. Hanya saja, Hajoon telah lebih dahulu mengenakan coat tersebut di tubuh San, di mana kemudian, lelaki itu mulai menggulung lengan dari pakaian turtle neck berlengan panjangnya.

"Saya juga hidup sendirian sekarang." Hajoon mengatakannya dengan tenang. "Saya tau rasanya ditinggalkan, tau juga rasanya tak punya tempat untuk pulang. Lagi."

San yang hampir protes mendadak terdiam.

Karena bagaimana pun juga, Hajoon tiba-tiba membicarakan hal tentang dirinya. Di mana sejauh untuk melihatnya makan saja, San tak pernah.

Padahal jika San ingat... berapa kali Hajoon datang ke rumah mereka untuk menjenguknya? Berapa kali juga Hajoon membawakannya makanan, untuknya, dan juga para anggota The Overload?

"Hidup saya ini aman, sebagai bagian dari lingkaran dalam." Hajoon mengatakannya dengan nada selurus mungkin, pun dengan tatapannya. "Tak ada satupun yang saya takutkan, tak ada satu yang saya khawatirkan walau Nama Aman saya terisi dua sekarang."

✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang