Namanya adalah Alanna Aksarasina.
Seorang perempuan berambut pendek sebahu, yang masih terlihat sangat cantik dan bugar di umurnya yang sudah menginjak 50 lebih. Seorang perempuan yang jelas, melahirkan sosok laki-laki berambut pirang—hasil diwarnai—tersebut, pun dengan kedua kakaknya.
Benar jelas, sosok yang dipanggil Ibu oleh Soobin itu, tampak memiliki duplikat wajah. Keduanya, bersorot polos dan menenangkan.
Alanna melirik pada sosok Mingi, yang sontak membuatnya tersentak.
Namun Soobin, tampak begitu menuntut di sana. "Abaiin dia. Asal Ibu tau, semua yang dia lihat di sini, bakal dia kasih tau ke Rastafara."
Lagi, Mingi tersentak.
Jujur saja, suasana menjadi sangat merinding. Mingi merasa takut terlebih dengan bagaimana suara musik di atas sana benar-benar teredam. Ruangan ini... takkan terdengar.
"Dan dia ada di Nama Aman Rastafara, jadi, Ibu gak ada pilihan selain jawab Sastra karena Sastra akan terus libatin dia."
"Sastra bicara apa?" Alanna, sebagai seorang Ibu, bertanya dengan lembut padanya. "Surat ini... apa maksudnya?"
Soobin menggelengkan kepalanya; toh, dia bukan anak bodoh, yang mana jelas pernah membuat satu keluarganya ketakutan. Takut, Soobin hilang kendali. "Sastra gak ada di pihak siapapun, baik itu Rastafara, Ayah, Ibu, Kak Sangkala atau siapapun. Sastra ada di mana diri Sastra bisa melihat, mana yang bisa dan lebih baik diperjuangkan, pun dibantu."
"Sastra..." Alanna menaruh surat tersebut di atas meja, tanpa memutus tatapan dari anaknya. "Nak. Urusan Ibu atau urusan Ayah dengan Ayah dari Rastafara itu, sudah lama berlalu. Kami tidak ada urusan dan--"
"Tidak ada urusan tapi Rastafara hampir dibunuh tanggal 10 Februari lalu, 'kan?" Soobin bertanya, memotong dengan cepat. "Alasan Ayah gak berani gerak, karena banyak alumni juga pasang mata ke Rastafara. Jadi dia gak bisa seenaknya sewa pembunuh bayaran atau apapun itu untuk lenyapin Rastafara di luar lingkaran dalam."
"Nak..."
"Yang punya masalah sama Prananto itu Sadewa, Bu. Bukan Aksarasina, bukan juga Sastra." Soobin menekankan, dengan menumpu kedua tangannya di meja tersebut, tatapannya pun menjadi tajam. "Ibu itu gak perlu sok peduli sama hidup Sastra. Gak usah sok juga buat bantu Ayah di saat, Ibu bahkan gak bisa nerima Ayah."
Alanna memilih untuk menggelengkan kepala, melipat surat dan memutus tatapan. "Kamu gak tau apa yang lagi kamu omongin, Nak. Keluar. Bawa teman kamu itu."
"Semua pembicaraan dan posisi Ibu ini, bakal sampai di telinga Rastafara." Soobin memukul meja sekali, menjadi sangat marah. "Di saat Rastafara memilih untuk membongkar semua pada Prananto, yang habis itu kita semua. Semua--keluarga bangsat Sadewa ini! Sastra di sini mencoba, untuk tak memihak, tetapi untuk seenggaknya membuat Rastafara masih sampai hati untuk gak libatin pihak-pihak di keluarga kita selain Sadewa."
"Sastra--"
"Memang cara budak berpikir itu seperti sampah." Soobin menatap Ibunya sendiri secara merendahkan, sebelum menendang meja kasar dan kemudian berbalik.
Secara cepat, mengabaikan bagaimana Alanna terkejut dan tentunya sakit hati. Secara cepat, di mana Soobin, langsung meraih tangan Mingi yang masih terlalu bingung dan terkejut untuk mencerna segala hal ini, dan menariknya keluar.
Langkahnya sangat cepat.
Langkahnya begitu marah.
Mingi benar-benar tak pernah menyaksikan Soobin seperti ini.
Ada suara gertakan gigi yang sangat keras, begitu mereka mencapai ke lantai atas--dasar, tepatnya. Masih dengan menggenggam tangannya kuat, Soobin menarik Mingi agar merapat lagi dengan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)
Fiksi PenggemarOctagon dan The Overload menyelam pada dunia di dalam lingkaran dalam yang lebih luas. Semua berpusat pada sex, pesta dan rock n' roll. Walau sebenarnya, semua adalah tentang kekuasaan. Starts : January 18th, 2023