"H-huh? Apaan sih, sayang? Kamu ngomong apa?"
Wooyoung menatapnya dengan perasaan bersalah, sebelum dirinya mencoba untuk mendorong tubuh Yeonjun dari atas tubuhnya. Sayangnya, Yeonjun mempertahankan dirinya di sana—tak menerima atas apa yang baru saja indra pendengarannya tangkap.
"Aku gak bisa..."
"Gak bisa apa?" tanya Yeonjun, semakin tak mengerti. Satu tangannya terulur untuk mengusap pipi Wooyoung yang agak basah karena keringat. "Gimana maksudnya?"
Wooyoung menggigit bibirnya susah payah—ketakutan dalam kepalanya menguasai. "Aku gak mau dibenci temen-temen aku..."
"Temen-temen...?" Yeonjun menatapnya terkejut, ikut terluka. "Terus... kamu gak mikirin aku?"
"Yeonjun, please..." Wooyoung mencoba mendorongnya.
"Hei." Yeonjun segera menahan satu lengan Wooyoung, terhadap kasur. Mencengkramnya. "Kita sama-sama sadar, loh, waktu pertama lakuin itu? Kamu lepasin Juyeon, aku lepasin Yeosang. Kita berdua sadar, mereka berdua cuma jadiin kita pilihan, 'kan? Kamu bilang sendiri, Juyeon lebih mentingin pamornya, dan Yeosang lebih mentingin Jongho."
Tetapi Wooyoung merasa takut—ingin pergi dari situasi itu. "Aku takut dibenci, aku takut ditinggalin... dan kayaknya gak ada satu pun temenku yang masih mau nerima aku kalau kayak gini..."
"Jadi kamu baru aja bilang kalau ini karena aku?"
Suara terluka itu—Wooyoung juga terluka. "Aku gak maksud, Yeonjun. Aku juga nyaman sama kamu, nikmatin waktu aku sama kamu. Tapi aku gak mau kehilangan mereka..."
"Aku bahkan ninggalin Yeosang, loh..."
Hampir menangis, tetapi Wooyoung menahan sekuat tenaga. "Aku justru gak seharusnya lakuin ini ke Yeosang..."
"Kamu beneran di luar nalar..."
Wooyoung menatapnya memohon. "Maafin aku, Yeonjun. Aku gak mau... dibenci mereka... sama sekali... jadi... kita sampai sini aja... ya?"
Memikirkannya membuat Wooyoung memejamkan matanya rapat, sembari mengepalkan kedua tangannya untuk menguatkan diri.
Di rumah, ketika Wooyoung pulang, hanya ada dua orang di sana. San di meja makan, menikmati buah di piring, selagi Juyeon tengah mencuci piring—sepertinya mereka selesai makan.
Dengan itu, Wooyoung mencoba untuk mendapatkan waktu, sebelum pertemuan mereka sore menuju malam nanti—mungkin—untuk bicara, seperti yang San minta dalam pesannya. Walau begitu, Wooyoung tak bisa membawa Yeonjun.
Mungkin Yeonjun... sudah sangat membencinya.
"Juyeon..."
Panggilan itu menyadarkan San dan Juyeon, yang langsung melirik ke sumber suara. Di sana Wooyoung berdiri, menguatkan dirinya, selagi San langsung melirik ke arah Juyeon yang mematung.
"Boleh... kita ngobrol dulu... sebelum yang lain pulang?"
Juyeon melirik pada San, yang hanya mengedik padanya—menyuruhnya untuk melakukannya.
Maka, Juyeon mencuci tangannya—padahal tersisa dua gelas untuk ia bilas, tetapi dirinya lebih mendahulukan permintaan Wooyoung, juga San. Juyeon pun mengelap tangannya, kemudian menepuk bahu San saat melewatinya, untuk berjalan menuju Wooyoung.
"Di mana?" tanya Juyeon.
Wooyoung hanya berbalik lebih dahulu, meminta Juyeon mengikutinya.
Saat itu, Juyeon pun langsung mengikuti Wooyoung tanpa banyak bertanya. Mengikuti langkahnya, yang meninggalkan kopernya di depan tangga. Mereka menuju ke halaman belakang, sampai akhirnya Wooyoung berdiri di hadapan kolam renang, dan Juyeon mengambil posisi di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)
FanfictionOctagon dan The Overload menyelam pada dunia di dalam lingkaran dalam yang lebih luas. Semua berpusat pada sex, pesta dan rock n' roll. Walau sebenarnya, semua adalah tentang kekuasaan. Starts : January 18th, 2023