Pagi hari di tanggal 12 Februari.
Hari Minggu, di mana merupakan hari tenang yang seharusnya membuat semuanya nyaman dan tenang, untuk beristirahat. Namun itu semua tak berlaku untuk ketujuh orang tersisa di rumah itu, yang menghabiskan malam masing-masing dengan pikiran mereka, dalam rasa sakit, takut juga bersalah.
Rasa bersalah itu terlalu kuat.
Hampir seluruhnya hanya mengulang tiga pertanyaan yang sama; mengapa aku tidak berusaha lebih keras, mengapa aku tidak bisa membantu dan mengapa semua ini bisa terjadi di luar kuasaku?
Tiga pertanyaan itu, berputar.
Kini, ketujuh orang itu berada di ruang makan. Walau sibuk dengan isi kepala sendiri, nyatanya, mereka tak mau berpisah. Tak mau sendiri-sendiri, walau satu, yang paling tertekan, tak ada di sana.
Saat itu, Seonghwa membuatkan sarapan, namun tak untuk semuanya. Seonghwa hanya memasaknya untuk Yeosang dan Wooyoung—nasi goreng dan juga salad sayur—selagi dirinya memilih untuk hanya memakan buah-buahan saja. San sendiri hanya memakan sereal, seperti Mingi dan Jongho. Yunho hanya duduk diam, meremas kepalanya sendiri, dengan segelas susu.
Jika ditanya, bisa menjadi gila? Tentu bisa.
Bahkan sudah terasa, akal sehat ditarik lepas dari diri mereka.
Beberapa memiliki pikiran lain.
Seonghwa, dengan pikirannya bahwa ia benar-benar harus memberikan Hongjoong ruang dan tak menciptakan tekanan, agar ia bisa berpikir jernih.
Yunho, dengan pikirannya mengenai lingkaran dalam, untuk membantu Hongjoong, agar memenangkannya.
San, dengan pikirannya mengenai sebelum semalam Hongjoong pergi dengan tiga koper kosong, dab beberapa potong pakaian yang tak repot ia masukan ke dalam koper—hanya melemparnya ke dalam mobil—mengatakan bahwa mereka perlu bicara, namun menunggu San siap.
San mungkin merasa tak siap, tetapi ia harus siap.
Keheningan benar-benar menguasai.
Seluruhnya sangat tersiksa.
Sampai kemudian, Mingi, memilih untuk membuka suara. Membuka topik pembicaraan.
"Seonghwa." Panggilan Mingi mampu membuat perhatian yang lain teralih. "Lo bakal... balik ke rumah Lino?"
Di posisinya menggenggam pir, Seonghwa menarik napas perlahan dan kemudian mengangguk. "Ya. Fokus Hongjoong harus dijaga."
"Hongjoong butuh lo, Kak..."
Bisikan Jongho membuat Seonghwa menggeleng menatapnya. "Gak, Jongho. Hongjoong harus sendiri dan kami memang udah sepakat... buat pisah. Gue perlu dia bangkit. Bahkan permintaan gue sebelum ini semua terjadi. Sekarang? Jelas dia perlu bangkit—perlu bergerak tanpa mikirin gue."
"Gue takut dia hilang kendali..."
"Bukannya dia harus?" San kesulitan, namun mengatakannya. San mengaduk mangkuknya sembari melanjutkan lelah. "Hongjoong harus... lakuin apapun, biar dia menang..."
"Gue sama Juyeon pasti backup." Yunho berkata pelan. "Tapi memang Hongjoong perlu banyak bekerja buat dapatin vote, dan itu gak akan gampang."
Jongho menatap ke arah mangkuk serealnya dengan terluka. "Harus banget... dia jadi ketua...?"
"Gak ada pilihan." Seonghwa menatapnya, tahu ia terluka. "Udah terlalu jauh, satu-satunya cara cuma maju."
"Separah itu." Mingi mendesah pelan, sebelum mengeluarkan ponsel dari sakunya ke atas meja. "Gue mungkin gak akan pulang malam ini."
Yunho yang melirik. "Soobin lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 2: SEX, PARTY AND ROCK 'N ROLL (ATEEZ BXB SMUT)
FanfictionOctagon dan The Overload menyelam pada dunia di dalam lingkaran dalam yang lebih luas. Semua berpusat pada sex, pesta dan rock n' roll. Walau sebenarnya, semua adalah tentang kekuasaan. Starts : January 18th, 2023